JAKARTA, KOMPAS.com - Irjen Pol Napoleon Bonaparte hadir secara langsung dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis (24/3/2022).
Ia hadir untuk mendengarkan pembacaan dakwaan kasus dugaan pengeroyokan dengan korban Muhammad Kece.
Dengan baju batik berwarna hijau, Napoleon memasuki ruang sidang sekitar pukul 10.00 WIB.
Sebelum jaksa penuntut umum mulai membacakan dakwaannya, Napoleon lebih dulu bicara.
Dengan lantang, jenderal polisi bintang dua itu menyatakan tak takut dihukum jika memang dinyatakan bersalah.
“Saya sebagai prajurit Bhayangkara, tidak pernah takut dihukum. Saya sekarang sudah menjalani hukum, dan tidak pernah takut apalagi menyesal dengan ini,” katanya.
Baca juga: Jalani Sidang Perdana Pengeroyokan terhadap M Kece, Irjen Napoleon Klaim Tak Takut Dihukum
Ia meminta pada majelis hakim, agar tiga lembar surat perjanjian damainya dengan Kece dihadirkan dalam berkas perkara.
Namun, hakim ketua Djuyamto tetap meminta jaksa untuk membacakan dakwaannya.
Jaksa menjelaskan perkara ini bermula ketika Kece ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penistaan agama dan ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri pada 26 Agustus 2021.
Napoleon bersama empat tahanan lain yaitu Dedy Wahyudi, Djafar Hamzah, Himawan Prasetyo dan Harmeniko disebut jaksa melakukan pengeroyokan pada 27 Agustus 2021 dini hari.
Dalam tindakan tersebut, Napoleon memberi tiga perintah.
Pertama, meminta agar petugas administrasi Rutan Bareskrim Polri Bripda Asep Sigit Pambudi untuk mengambil tongkat jalan Kece.
Baca juga: Didakwa Mengeroyok M Kece, Irjen Napoleon Disebut Perintahkan 3 Hal Ini
Malam kejadian, Bripda Asep bertugas mengantarkan Kece ke dalam ruang tahanan nomor 11.
Sesuai perintah lisan Kepala Rutan Bareskrim Polri, Kece ditempatkan sendirian selama 14 hari untuk menjalani isolasi mandiri.
Saat melaksanakan tugasnya Bripda Asep bertemu Napoleon yang memintanya mengambil tongkat jalan Kece dengan alasan bisa digunakan sebagai senjata.
Kedua, memerintahkan Harmeniko menyampaikan pada Bripda Asep untuk mengganti kunci gembok ruang tahanan Kece.
Saat dikonfirmasi oleh Bripda Asep, Napoleon membenarkan permintaan itu karena ia ingin berbincang empat mata dengan Kece.
Jaksa menuturkan Bripda Asep tak bisa menolak karena takut dengan jabatan Napoleon yang masih aktif sebagai perwira tinggi polisi.
Perintah terakhir Napoleon adalah mengajak Dedy, Djafar, Himawan dan Harmeniko ke ruang tahanan Kece.
Setelah berdebat dengan Kece, Napoleon pun meminta Djafar mengambil kantong plastik berisi kotoran manusia di toilet ruang tahanannya.
Baca juga: Jaksa: Petugas Rutan Bareskrim Polri Patuhi Permintaan Irjen Napoleon Bonaparte karena Takut
Kotoran itu dipegang Napoleon dan dihantamkan pada wajah Kece sambil menjambak rambutnya.
Jaksa menjelaskan, pasca penyiksaan yang dilakukan Napoleon, giliran Dedy, Djafar dan Himawan menganiaya Kece.
Menurut jaksa, berdasarkan hasil visum Rumah Sakit Bhayangkara, Kece mengalami luka di bagian wajah, pelipis dan pinggul bagian kanan.
“Pada pemeriksaan fisik didapatkan bercak pendarahan pada selaput mata kiri sisi luar, memar-memar disertai bengkak pada kepala dan wajah, serta pembengkakan pada pinggang,” papar jaksa.
Dalam perkara ini jaksa mendakwa Napoleon dengan Pasal 170 Ayat (2) ke-1, Pasal 170 Ayat (1) KUHP dan dakwaan subsider Pasal 351 Ayat (1) Jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP dan terancam hukuman maksimal 7 tahun penjara.
Napoleon membantah dakwaan yang disampaikan jaksa.
Ia tak sepakat jika dijerat dengan Pasal 170 dan Pasal 351 Ayat (1) KUHP.
Dalam pandangannya, Pasal 170 berisi tentang tindakan pengeroyokan. Sementara Napoleon menganiaya Kece sendirian.
Baca juga: Irjen Napoleon Akui Lumuri M Kece dengan Kotoran Manusia, tetapi Bantah Lakukan Pengeroyokan
Ketika terdakwa lain melakukan pemukulan pada Kece, Napoleon beralibi ia berada di toilet ruangan itu untuk mencuci tangan.
Kedua, dakwaan Pasal 351 Ayat (1) KUHP terkait penganiayaan berat dinilainya berlebihan.
Sebab RS Bhayangkara menyatakan Kece tidak mengalami luka berat.
Pasca persidangan kepada wartawan Napoleon menyampaikan pelaku penistaan agama tidak bisa dibiarkan.
Ia menyinggung Syaifuddin Ibrahim yang meminta agar beberapa ayat Al Quran dihapuskan.
Syaifuddin telah dilaporkan pada Selasa (25/3/2022) oleh Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GMPF) ke Bareskrim Polri atas dugaan penistaan agama.
Baca juga: Usai Jalani Sidang Dakwaan Pengeroyokan terhadap M Kece, Irjen Napoleon Singgung Saifuddin Ibrahim
Napoleon pun mengapresiasi tindakan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD yang memerintahkan pihak kepolisian segera melakukan penyelidikan.
Pasalnya, tindakan Syaifuddin, tutur Napoleon, dapat memecah belah masyarakat.
“Untung ada Pak Mahfud MD yang segera memerintahkan untuk menangkap, mempertanggung jawabkan secara hukum. Kalau tidak kita pecah, itu yang betul,” imbuhnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.