"Di situ sebetulnya kami berusaha membongkar praktik-praktik tambang emas di Papua yang berdampak pada pelanggaran HAM di Papua, khususnya Intan Jaya," ungkap Fatia dalam jumpa pers, Rabu (23/3/2022).
"Kita dapat melihat dari peta, pos-pos militer yang ada di beberapa kabupaten di Papua, khususnya di Intan Jaya, pos-pos militer tersebut sangat dekat dengan lokasi-lokasi yang akan dijadikan tambang emas di Intan Jaya," jelasnya.
Daerah-daerah konsesi tambang itu juga disebut berdampak pada pemukiman-pemukiman warga yang akhirnya mesti mengungsi secara terpaksa.
Baca juga: Deretan Bantahan Luhut Soal Tudingan Main Tambang di Papua Usai Haris Azhar-Fatia Jadi Tersangka
Beberapa fasilitas publik seperti sekolah, puskesmas, hingga posyandu di kabupaten-kabupaten yang diteliti itu sebagian digunakan untuk markas tentara.
"Ada pertumbuhan koramil, ada pertumbuhan pos militer, dropping (pasukan). Di tempat yang sama, kami cek berkas perusahaan itu, akta-aktanya melibatkan purnawirawan. Bahkan ada jenderal yang masih aktif," tambah Isnur.
"Dan ketika ditelusuri lebih lanjut akta-akta perusahaan ini, terungkap nama-nama jenderal itu, termasuk terungkap nama Luhut Binsar Pandjaitan, di blok yang kemudian memang korelasinya sangat kuat di mana dia tercantum dalam akta-akta itu," jelasnya.
Baca juga: Tanggapi Kasus Fatia-Haris dan Luhut, Demokrat Sebut Pejabat Publik Mesti Siap Dikritik
Fatia menegaskan, nama Luhut jadi terseret karena yang bersangkutan adalah pejabat publik, bukan dalam rangka menghancurkan nama baik.
"Yang disampaikan di podcast tidak bisa dilepaskan dari hasil riset, yang mana hasil riset itu valid dan sah, karena sumbernya juga didapat secara legal dan dari sumber-sumber resmi. Pada akhirnya yang namanya riset tidak bisa dikriminalkan," ungkap Fatia.
"Tidak bisa serta-merta dikatakan riset ini 'gadungan' karena sudah beberapa kali melewati peer-review bersama organisasi-organisasi yang tentunya memiliki badan hukum dan secara resmi berdiri di Indonesia, dilindungi dan dihormati melalui undang-undang," tambahnya.
Koalisi Bersihkan Indonesia dan Koalisi Masyarakat Sipil balik melaporkan Luhut ke Polda Metro Jaya, Rabu, atas dugaan tindak pidana gratifikasi.
Haris Azhar terpantau turut mendampingi para pelapor dan tiba di SPKT Polda Metro Jaya menjelang petang.
Kepala Divisi Hukum KontraS Andi Muhammad Rezaldy menyebut bahwa pihaknya bukan hanya melaporkan Luhut seorang, melainkan juga sejumlah korporasi tambang asal Australia.
"Untuk bukti, kami sudah memiliki berbagai bukti dan berbagai dokumen yang kemudian menjadi bahan atau dasar laporan kami," ujar Andi.
Namun, laporan ini disebut ditolak kepolisian.