Ini pada umumnya dipakai di negara-negara Eropa kontinental, seperti Perancis, Jerman dan Belanda.
Kedua, Konstitusi mengalami amandemen (perubahan). Ini banyak dilakukan di negara-negara Anglo Saxon, seperti Amerika Serikat, termasuk Indonesia.
Bedanya, melakukan Amandemen di negeri kita, sangat sederhana, mudah dimainkan karena cukup dengan 2/3 persetujuan jumlah anggota MPR.
Di Amerika Serikat, amandemen Konstitusi cukup ribet karena selain melalui mekanisme Kongres/Senat, juga harus ada tim khusus, lalu dibawa ke parlemen negara-negara bagian.
Maknanya, jangan Konstitusi diamandemen hanya untuk kepentingan kekuasaan belaka.
Riuh dan gemuruh di republik sekarang ini, seolah tidak belajar dari kisah tiga pemimpin di atas.
Keinginan untuk menunda pemilihan umum, apa pun motifnya, ujung-ujungnya adalah kediktatoran.
Kekuasaan yang tidak tunduk pada pembatasan yang rigid, pasti akan berahir secara mengenaskan.
Konstitusi memang bisa diubah, namun niat untuk mengubahnya lantaran syahwat kekuasaan yang hendak dipertahankan, pada gilirannya akan melahirkan pemimpin-pemimpin yang korup dan tiran absolut.
Pemilihan umum yang hendak diundur, hanya bisa dilakukan bila Konstitusi diamandemen. Pengunduran jadwal pemilihan umum berarti memperpanjang masa kekuasaan, apa pun dalihnya.
Pada saat masa kekuasaan diperpanjang, saat itu jugalah pintu menjadi tiran, sudah terbuka lebar.
Betapa tidak, kata Robert Dahl, demokrasi hanya bisa tegak bila ada sirkulasi elite secara periodik.
Dengan demikian, rakyat tahu kapan memilih siapa untuk memimpin mereka. Rakyat tidak didadak dengan ketidakpastian.
Sirkulasi kekuasaan secara periodik, bermakna, memberi peluang kepada yang lain, untuk juga ikut memiliki peluang berkuasa. Bukan yang itu-itu saja.
Di sinilah eloknya demokrasi karena ia membuka akses bagi siapa pun.
Makanya, Winston Churchil tegas mengatakan: “Demokrasi memang mungkin bukan sistem yang terbaik, tetapi hingga sekarang, ia masih jauh lebih baik dari sistem yang lain.”
Itulah sebabnya, demokrasi tidak memerlukan kultus individu yang dianggap sebagai mahluk super, karena itu, harus diberi kesempatan terus menerus berkuasa.
Demokrasi memerlukan sirkulasi supaya rakyat memiliki pilihan bebas dengan periode waktu tertentu.
Sekali lagi, mari kita belajar dengan kejadian masa silam, ketika Suharto ramai-ramai dikultuskan sebagai “Bapak Pembangunan.”