JAKARTA, KOMPAS.com - Sembilan organisasi masyarakat sipil menyatakan akan melawan kriminalisasi atas aktivis HAM, Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar, oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Keduanya kini ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya, buntut dari diskusi hasil riset yang berjudul "Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya".
"Sembilan lembaga ini bersikap tegas melawan segala bentuk kriminalisasi terhadap kerja-kerja kemanusiaan," kata Muhammad Isnur, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), dalam jumpa pers kesembilan organisasi itu, Rabu (23/3/2022).
"Secara legal standing, baik personal Fatia-Haris, maupun legal standing kelembagaan, ini legal standing kami sebagai lembaga diakui dan dihormati oleh konstitusi," sambungnya.
Baca juga: Tak Berencana Cabut Laporan Haris-Fatia, Kuasa Hukum Luhut: Ikuti Saja Proses Hukumnya
Riset yang terbit Agustus 2021 itu merupakan hasil kerja 9 organisasi itu yang terdiri dari YLBHI, WALHI Eksekutif Nasional, Pusaka Bentala Rakyat, WALHI Papua, LBH Papua, KontraS, JATAM, Greenpeace Indonesia, dan Trend Asia.
Dalam diskusi tentang hasil riset itu yang diunggah ke kanal YouTube milik Haris, keduanya menyebutkan Luhut "bermain" dalam bisnis tambang di Intan Jaya, Papua.
Isnur melanjutkan, kriminalisasi Luhut atas Fatia dan Haris bukan hanya kriminalisasi atas 2 orang tersebut, melainkan juga atas kerja-kerja profesional lembaga-lembaga swadaya melalui riset tersebut.
"Yang Luhut lakukan dengan mengkriminalkan fatia, bukan hanya mengancam Fatia dan Haris, tapi juga mengancam kerja-kerja kami, kerja YLBHI yang sudah 52 tahun, WALHI yang sudah 42 tahun. Itu menegasikan semua kerja masyarakat untuk memperbaiki keadaan negaranya," jelasnya.
Baca juga: Ketika Haris Azhar dan Fatia KontraS Jadi Tersangka, Merasa Dibungkam dan Dikriminalisasi...
Riset tersebut berisi analisis pengerahan kekuatan militer Indonesia secara ilegal di kawasan Pegunungan Tengah Papua yang telah memicu eskalasi konflik bersenjata antara TNI-Polri dan kubu pro-kemerdekaan Papua serta serta kekerasan dan teror terhadap masyarakat.
Laporan ini juga mengungkapkan hasil analisis spasial, bagaimana letak pos militer dan kepolisian berada di sekitar konsesi tambang yang teridentifikasi terhubung baik langsung maupun tidak dengan para jenderal, termasuk Luhut Binsar Pandjaitan.
Fatia sendiri menyebut bahwa riset tersebut valid, diperoleh dari sumber-sumber legal, serta telah melewati proses peer-review dari organisasi lain berbadan hukum.
Baca juga: Luhut Diminta Buat Bantahan soal Main Tambang di Papua ketimbang Terus Perkarakan Haris Azhar-Fatia
Sementara itu, Isnur menambahkan, riset tersebut adalah bentuk upaya warga negara untuk mengingatkan negara bahwa ada potensi penyelewengan kekuasaan dan konflik kepentingan para elite.
"Bagi kita, bagi masyarakat sipil, itu praktik yang berbahaya, yang mengkhianati reformasi dan dugaannya kuat mengarah pada konflik kepentingan yang menjurus pada praktik-praktik korupsi," ujar Isnur.
"Ketika kerja puluhan tahun diancam dengan kriminal, maka secara langsung mengancam demokrasi, secara langsung mengancam kebebasan seluruh masyarakat untuk berbicara. Kami khawatir cara-cara Luhut ditiru menteri yang lain, bupati, gubernur, kapolres, kapolda," lanjutnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.