KOMPAS.com - Di Indonesia, pendirian rumah ibadah diatur oleh pemerintah. Mengingat Indonesia merupakan negara majemuk yang memiliki keberagaman agama, pengaturan ini dilakukan untuk menghindari konflik antarumat beragama.
Pengaturan terkait tata cara pendirian rumah ibadah diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006 dan Nomor 8 Tahun 2006 tentang pedoman pelaksanaan tugas kepala daerah atau wakil kepala daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan forum umat beragama, dan pendirian rumah ibadah.
Pasal 13 ayat 1 menyatakan bahwa pendirian rumah ibadah harus berdasarkan pertimbangan dan keperluan nyata dengan memperhatikan komposisi jumlah penduduk, termasuk dalam pendirian masjid.
Salah satu pendirian rumah ibadah adalah rumah ibadah umat muslim yaitu masjid.
Umumnya tidak ada aturan pasti jarak antara masjid satu dengan yang lain karena hal ini dikembalikan kepada peraturan desa setempat. Penentuan aturan ini melibatkan tokoh agama, tokoh masyarakat, dan ulama.
Namun, sebagian besar jarak antara masjid satu dengan masjid yang lain minimal adalah 500 meter. Adat istiadat, hukum sosial, dan kontrol kebijakan masyarakat juga memengaruhi keberadaan bangunan masjid.
Baca juga: Gaya Arsitektur Bangunan Masjid di Indonesia
Pengaturan pendirian bangunan masjid memakai istilah kewenangan domisili sekitar. Kewenangan domisili sekitar mengacu pada kecenderungan masyarakat, izin membuat bangunan, dan ketersediaan tanah.
Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam Alquran. Membangun masjid meskipun berjarak dekat tetap dianjurkan selama dilandasi dengan takwa.
Sebaliknya, apabila pembangunan masjid dilandasi untuk memecah persatuan umat, maka hukumnya adalah haram.
Syarat yang dicantumkan dalam peraturan bersama menteri agama dan menteri dalam negeri dalam mendirikan rumah ibadah meliputi persyaratan teknis dan administratif, yaitu:
Referensi