JAKARTA, KOMPAS.com - Epidemiolog Indonesia dan Peneliti Pandemi dari Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan, masyarakat harus bisa memahami perubahan status pandemi menjadi endemi Covid-19.
Dicky mengatakan, endemi Covid-19 bukan berarti Covid-19 tidak ada di Indonesia. Saat status endemi, kata dia, kasus Covid-19 masih tetap menjadi wabah, namun laju kasus lebih statis dan datar.
"Jadi endemi itu jangan jadi tujuan, endemi itu masih wabah tapi dia statis tapi bukan berarti bagus, endemi itu berbahaya," kata Dicky saat dihubungi Kompas.com, Kamis (17/3/2022).
Baca juga: Bisakah Status Pandemi Covid-19 Menjadi Endemi? Ini Kata Pakar UNS
Menurut Dicky, ada tiga kriteria yang bisa menjadi indikator untuk menuju endemi yaitu, pertama pola gelombang kasus Covid-19 terjadi dalam kurun waktu 6 bulan sekali.
Hal ini, kata dia, bisa terjadi apabila mayoritas masyarakat sudah memiliki imunitas.
Kedua, kasus Covid-19 sudah tidak menjadi penyakit yang paling mendominasi di suatu wilayah.
"Ketiga, cakupan vaksinasi Covid-19 di dunia sudah mencapai 70 persen, itu 3 kriterianya," ujarnya.
Baca juga: Kemenkes: Indikator Capai Endemi Masih Didiskusikan dengan Para Ahli
Lebih lanjut, Dicky mengatakan, kasus Covid-19 tidak bisa dinolkan di masa endemi, bahkan kasus kematian akibat Covid-19 masih bisa terjadi. Namun, jumlahnya lebih sedikit dibandingkan masa pandemi.
Oleh karenanya, ia meminta pemerintah dalam membuat indikator menuju endemi membuat batasan-batasan terkait kondisi Covid-19.
"Kita menetapkan border line-nya, batasannya tapi harus dipahami jangan jadikan targetkan jadi endemi, kita harusnya menargetkan pengendalian penyakit dulu," ucap dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.