JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo saat ini tengah dihadapkan pada godaan terbesar seorang presiden di sistem pemerintahan presidensial, yakni perpanjangan masa jabatan.
Hal tersebut diungkapkan oleh Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri Amsari.
Feri menjelaskan, godaan tersebutlah yang membuat pembatasan masa jabatan presiden selama lima tahun menjadi penting di dalam konstitusi.
"Presiden Jokowi harus menyadari godaan terbesar presiden di dalam sistem presidensial itu adalah masa jabatan. Sebabnya presiden memegang kekuasaan pemerintahan, sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Dua puncak kekuasaan itu dinisbahkan ke dirinya," kata Feri dalam sebuah webinar, Rabu (16/3/2022).
"Berbeda di dalam sistem parlementer yang memisahkan kekuasaan sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan," jelas Feri.
Feri menjelaskan, sebenarnya godaan untuk memperpanjang masa jabatan tak hanya dialami Jokowi.
Hal serupa juga dihadapi presiden-presiden pendahulunya, seperti Presiden Soekarno yang tergoda menjadikan dirinya presiden seumur hidup, meski pada realisasinya ia menjabat selama 21 tahun.
Selain itu juga Presiden Soeharto di masa Orde Baru yang menjabat sebagai presiden selama enam periode atau 32 tahun.
"Jadi memang godaan presiden memperpanjang masa jabatannya, ini sedang merasuki Jokowi. Dia memilih taat tunduk konstitusi atau mencoba melawan konstitusi mengikut hasratnya memperpanjang masa jabatan dengan berbagai alasan yang sebenarnya tidak diperbolehkan oleh konstitusi," papar Feri
"Persis alasan Pak Harmoko terhadap Soeharto, katanya rakyat masih cinta, rakyat yang mana kita tidak tahu," lanjutnya.
Feri menuturkan, yang pasti penundaan pemilu merupakan pengkhianatan terhadap konstitusi dan semangat reformasi yang sudah berjalan 20 tahun lebih.
Narasi penundaan pemilu telah disuarakan oleh beberapa elite politik dan pemerintahan.
Adapun wacana menunda Pemilu 2024 dikemukakan oleh tiga ketua umum partai politik pendukung pemerintah, yakni Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, dan Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan.
Sementara, partai lainnya yakni PDI-P, Partai Gerindra, Partai Nasdem, Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Persatuan Pembangunan, tegas menolak wacana itu.
Dari lingkup pemerintahan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menkomarinves) Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan klaim dirinya banyak mendengar aspirasi rakyat soal penundaan Pemilu 2024.