Oleh karena itu, ia memerintahkan semua kader Demokrat di DPR dan DPRD untuk tegas menolak wacana mengundur Pemilu 2024.
Pemufakatan Jahat
Sementara itu, dalam acara pelantikan DPD Partai Demokrat DKI Jakarta dan Maluku Utara, AHY menilai wacana menunda pemilu adalah sebuah pemufakatan jahat untuk melanggengkan kekuasaan.
Baca juga: Alasan Anies Diundang Hadiri Acara Demokrat, Satu Panggung dengan AHY
"Kita melihat bahwa ini adalah sebuah pemufakatan jahat untuk melanggengkan kekuasaan dengan segala cara," kata AHY.
AHY pun kembali mempertanyakan klaim yang menyebut wacana menunda Pemilu 2024 merupakan keinginan rakyat.
Sebab, kata AHY, survei justru membuktikan bahwa mayoritas responden justru menolak penundaan Pemilu 2024 dengan alasan apapun.
Ia pun mewanti-wanti pihak yang ingin menunda pemilu untuk tidak mencatut suara rakyat.
Presiden Seumur Hidup?
Selain itu, AHY menilai, wacana menunda Pemilu 2024 dapat menjadi pintu masuk pada perubahan lain terkait pemilihan presiden, misalnya pemilihan tidak langsung maupun penetapan presiden seumur hidup.
Sebab, amendemen yang menjadi syarat adanya penundaan pemilu dapat merembet pada masuknya ketentuan-ketentuan lain termasuk pemilihan tidak langsung dan penetapan presiden seumur hidup.
Baca juga: AHY: Kalau Pemilu Ditunda, Lalu Apa, Presiden Seumur Hidup?
"Kalau sudah misalnya nanti disepakati penundaan pemilu, lalu apa? Perpanjangan masa jabatan presiden? Presiden 3 periode? Tidak dipilih langsung oleh rakyat? Seumur hidup?" kata AHY.
"Ini kan pintu masuknya jelas, kalau mau ada perubahan katanya konstitusi harus diubah dulu, diamendemen dulu, lalu batasnya apa?" imbuh AHY.
Menurut AHY, tidak ada yang bisa mengetahui akan sejauh mana amendemen konstitusi mengubah ketentuan yang sudah berlaku selama ini.
AHY pun berpendapat, amendemen konstitusi untuk mengakomodasi wacana menunda pemilu merupakan bentuk pengkhianatan terhadap reformasi dan demokratisasi.
Ia mengatakan, meski bukan hal yang haram, amendemen konstitusi semestinya tidak dilakukan hanya untuk melanggengkan kekuasaan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.