"Simbol persatuan, solidaritas, kebersamaan, dan partisipasi. Ada ikatan dan harapan di sini. Bawah di situ akan dibangun ibu kota negara Indonesia, dan seluruh provinsi di Indonesia terlibat di situ," ucap Argo.
Master of Art Antropologi dari Ateneo de Manila University, Filipina tersebut menilai, 34 gubernur menjadi perwujudan dari seluruh rakyat Indonesia.
Bahwa sekalipun ibu kota negara baru berada di Kalimantan Timur, kata Argo, IKN Nusantara merupakan milik semua bangsa.
"Jadi (artinya) IKN bukan hanya milik Kalimantan Timur saja," tegas Dosen FISIP Universitas Atma Jaya Yogyakarta ini.
Baca juga: Lewat Ritual Kendi Nusantara, Jokowi Dinilai Ingin IKN Jadi Kota yang Hidup dan Menghidupi
Argo juga melihat, ritual Kendi Nusantara merupakan simbol harapan ke depan. Dengan adanya simbol Kendi Nusantara, generasi penerus diharapkan bisa terus membangun bangsa dan negara.
"Itu untuk jauh ke depan. Bahwa dengan simbol itu, ada kekuatan doa di awal (pembangunan IKN Nusantara) agar sampai generasi ke berapapun besok, itu hubungannya bisa tetap harmonis, seimbang, termasuk antar gubernur," papar Argo.
Ritual Kendi Nusantara sempat dikritik sejumlah kalangan. Meski begitu, Argo menyebut seharusnya kegiatan ini dilihat dari esensi atau makna yang terkandung di dalamnya.
"Kalau dilihat dari doa dan harapan, nilainya jauh dari nilai ekonomi yang dikeluarkan," terang Tim Ahli Warisan Budaya Takbenda Indonesia Kemendikbud Ristek itu.
Baca juga: Filosofi Kehadiran 34 Gubernur di Ritual Kendi Nusantara: Simbol IKN Bukan Cuma Punya Kaltim Saja
Argo memahami adanya pemikiran-pemikiran modern yang beberapa di antaranya tidak dapat memahami nilai-nilai budaya atau tradisi.
Hanya saja, ia mengingatkan semua pihak mengenai prinsip kehidupan yang harus saling selaras dan seimbang.
"Kita kan punya prinsip relasi manusia harus selaras dengan sesama, dengan alam, dan dengan Sang Pencipta. Itu harus antar ketiganya," kata Argo.
"Tidak bisa dong kalau kita mau dekat dengan Penciptanya, kita terus mateni koncone dewe (merugikan teman sendiri). Harus seleras semuanya," pungkas Doktor Antropologi dari Radboud University Nijmegen, Belanda tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.