JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo dinilai membiarkan munculnya potensi ketidakstabilan politik karena tak kunjung bersikap tegas soal wacana penundaan pemilu.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menganggap, riuh wacana penundaan pemilu akan selesai seandainya Jokowi mengeluarkan pernyataan setegas saat ia menolak wacana masa jabatan 3 periode beberapa waktu lalu.
"Belum kita dengar pernyataan Presiden, bahwa yang setuju dengan penundaan itu adalah mereka yang menampar, mencari muka, dan menjerumuskan presiden," kata Adi kepada Kompas.com, Selasa (15/3/2022).
"Kita belum mendengar itu. Statement-nya masih normatif, mengayun ke kanan-kiri, penuh multitafsir, bahkan tafsir-tafsir liar. Jika presiden tegas seperti menolak 3 periode, sudah akan selesai ini," ungkapnya.
Baca juga: Waketum PKB Minta Luhut Bagikan Big Data Terkait Wacana Penundaan Pemilu
Sejauh ini, pernyataan Jokowi mengenai isu ini dianggap kurang tegas. Kepada Kompas.id pada awal Maret lalu, Jokowi mengatakan bahwa wacana penundaan pemilu sah-sah saja di negara demokrasi.
”Siapa pun boleh-boleh saja mengusulkan wacana penundaan pemilu dan perpanjangan (masa jabatan presiden), menteri atau partai politik, karena ini kan demokrasi. Bebas saja berpendapat," kata Jokowi.
"Tetapi, kalau sudah pada pelaksanaan, semuanya harus tunduk dan taat pada konstitusi,” imbuhnya.
Terbaru, isu penundaan pemilu ini semakin hangat setelah Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto melancarkan kritik terbuka terhadap Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan soal wacana penundaan pemilu.
Baca juga: Soal Klaim Luhut, Sekjen PDI-P: Menteri Tak Boleh Berpendapat Beda dengan Presiden
Ini menambah panjang deretan pro-kontra para elite partai politik maupun menteri-menteri Jokowi soal penundaan pemilu.
"Ini adalah pola komunikasi yang mestinya dianyam dengan baik oleh Presiden karena instabilitas politik begini akan mengganggu persoalan lain, seperti iklim investasi," ungkap Adi.
Adi menilai, langkah sejumlah ketua umum partai politik yang melempar wacana penundaan pemilu merupakan tindakan serius.
Dia memiliki keyakinan, ketua umum partai politik tersebut sedang bergerilya untuk mendapat legitimasi para pendukungnya.
"Ini bukan pepesan kosong," ujar Adi.
Di sisi lain, gerakan politik ini berdampak pada sikap calon investor.
"Investor dari luar tentu tidak nyaman karena memang serba tak menentu keadaan politik kita, karena berpotensi ada gejolak politik lebih besar ke depan," jelasnya.
Baca juga: Penundaan Pemilu Diklaim Didukung Publik, AHY: Jangan Kita Biarkan Mereka Memanipulasi Data
Adapun wacana menunda Pemilu 2024 dikemukakan oleh tiga ketua umum partai politik pendukung pemerintah, yakni Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, dan Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan.
Sementara, partai lainnya yakni PDI-P, Partai Gerindra, Partai Nasdem, Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Persatuan Pembangunan, tegas menolak wacana itu.
Belakangan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengaku memiliki data aspirasi rakyat Indonesia yang ingin Pemili 2024 ditunda.
Dalam wawancara yang diunggah di akun YouTube Deddy Corbuzier, Luhut mengeklaim masyarakat ingin pemilu ditunda agar kondisi sosial politik tetap tenang dan kondisi perekenomian nasional membaik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.