JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid mempertanyakan alasan usulan penundaan Pemilihan Umum (Pemilu) dinilai inkonstitusional lantaran adanya aturan bahwa Pemilu harus digelar lima tahun sekali.
Padahal, menurutnya, pemilu pernah tidak dilakukan dalam waktu lima tahun sekali.
"Tetapi, peristiwa politik dalam sejarah banyak sekali, pemilu pernah tidak dilaksanakan dalam lima tahun sekali. (Pemilu) Tahun 1999 itu, mestinya pemilu tahun 2002. Tetapi (pemilu) dimajukan tahun 1999. Tidak ada satu pun ketika itu menyatakan Pemilu 1999 itu inkonstitusional," kata Jazilul dalam diskusi di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (15/3/2022).
"Karena apa? Karena dalilnya berbeda. Sedangkan penundaan pemilu, kemudian sebagian menganggap itu inkonstitusional," tambah dia.
Baca juga: Muncul Isu Amendemen UUD 1945, Jazilul Fawaid: Sampai Hari Ini, MPR Hanya Kaji PPHN
Kendati demikian, Jazilul mengakui bahwa penundaan Pemilu 2024 tidak disebutkan dalam Konstitusi.
Sebab, ia menegaskan, Konstitusi Undang-Undang Dasar 1945 dalam Pasal 22 menyebutkan, pemilu dilaksanakan setiap lima tahun sekali.
"Soal penundaan pemilu, memang di konstitusi kita tidak disebutkan. Tidak ada aturan di konstitusi kita," ujarnya.
Baca juga: Soal Wacana Penundaan Pemilu, Ketum PBNU: Silakan Saja
Tapi, Konstitusi juga bisa diamendemen. Jazilul menerangkan, butuh kehendak rakyat untuk bisa melakukan amendemen tersebut.
Menurutnya, jika tanpa kehendak rakyat, partai politik tidak akan bisa mendorong amendemen.
"MPR atau DPR sebagai cerminan kehendak rakyat, PKB ada di situ, tentu kalau setidaknya wacana ini mendapatkan dukungan dari rakyat secara luas dan kuat, jadi cukup alasan bagi fraksi di MPR untuk kemudian melakukan jalan amendemen," katanya.
Baca juga: Guru Besar Unair Minta Jokowi Tegas atas Isu Penundaan Pemilu
Diketahui bersama, wacana amendemen UUD 1945 kembali bergulir usai munculnya usulan penundaan pemilu 2024.
Usulan itu pertama kali disuarakan oleh Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar.
Muhaimin mengatakan, pemilu 2024 sebaiknya ditunda karena dikhawatirkan mengganggu stabilitas ekonomi nasional.
Usulan itu pun juga didukung dua ketua umum partai politik seperti Ketum PAN Zulkifli Hasan dan Ketum Partai Golkar Airlangga Hartarto.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.