JAKARTA, KOMPAS.com - Aturan menjaga jarak bagi penumpang kereta rel listrik (KRL) resmi dihapus pada Rabu (9/3/2022). Kini, penumpang KRL sudah bisa duduk tanpa jarak.
Aturan terbaru tersebut menyesuaikan Surat Edaran Kementerian Perhubungan Nomor 25 Tahun 2022.
Selain itu, jumlah penumpang diperbolehkan 60 persen dari kapasitas gerbong, yang sebelumnya hanya 45 persen dari kapasitas gerbong.
Baca juga: PPKM Level 2 di Jakarta, Ini Aturan Baru bagi Penumpang Transjakarta, KRL, dan MRT
Para petugas KAI Commuter telah mencabut marka jaga jarak yang sebelumnya tertempel di tempat duduk KRL. Dengan demikian, semua kursi di KRL bisa diduduki penumpang.
Meski begitu, marka untuk jaga jarak tetap terpasang di lantai gerbong bagi penumpang yang berdiri.
Pelonggaran jaga jarak yang diterapkan di KRL ini menuai kritik, salah satunya dari ahli epidemiologi.
Baca juga: Tak Ada Jaga Jarak Duduk di KRL, Epidemiolog: Sangat Tidak Tepat, Ini Berbahaya
Epidemiolog Indonesia dan Peneliti Pandemi dari Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan, pelonggaran di KRL tersebut tidak tepat dan masih sangat berbahaya untuk diberlakukan di tengah pandemi Covid-19.
"Sangat tidak tepat untuk sekarang ini dan berbahaya, kita tidak bisa langsung euforia semua dilonggarkan," kata Dicky saat dihubungi Kompas.com, Kamis (10/3/2022).
Dicky berpendapat, pelonggaran mobilitas dan protokol kesehatan tidak bisa serentak dilakukan. Sebab, cakupan vaksinasi Covid-19 di Tanah Air belum memadai sebagai modal untuk melakukan pelonggaran.
"Di sini (Australia) yang 90 persen (cakupan vaksinasi) masih ditetapkan jaga jarak," ujarnya.
Dicky juga mengatakan, jarak tetap di transportasi umum tetap harus dijalankan, mengingat subvarian Omicron BA.2 bisa memicu lonjakan kasus Covid-19 dan peningkatan jumlah kasus kematian.
Baca juga: Tak Ada Jaga Jarak Duduk di KRL, Epidemiolog: Sangat Tidak Tepat, Ini Berbahaya
Selain itu, subvarian Omicron BA.2 memiliki daya penularan empat kali lebih cepat dari Delta.
"Dan BA.2 ini 2 kali lebih cepat menular daripada BA.1, ini serius sehingga meyebabkan keparahan. Jadi ini yang harus diketahui sehingga jangan ada euforia semua dilonggarkan, bertahaplah dan dijaga," ucapnya.
Selanjutnya, Dicky mengingatkan bahwa situasi Covid-19 di Indonesia masih berstatus pandemi dan angka kematian masih meningkat sehingga diharapkan pemerintah tetap fokus pada perbaikan.
"Dan proses penyebaran atau transmisi kasus di masyarakat banyak yang tidak terdeteksi karena yang pada gilirannya mengarah pada kematian. Jadi ini yang harus kita perbaiki," kata Dicky.
Salah satu penumpang KRL bernama Widya (38) tak setuju jika aturan duduk penumpang yang boleh berdempetan.
Ia mengaku sedikit risih dengan aturan terbaru KRL tersebut sehingga lebih memilih untuk berdiri saat berada di KRL.
"Baru tahu informasinya hari ini. Sebenarnya kalau untuk dempetannya masih agak risih sih, tapi ya semoga semakin membaiklah," tutur Widya di Stasiun Tangerang, Kota Tangerang, Rabu.
"Ini masih berdiri pas di KRL," sambung dia.
Sekretaris Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi mengatakan, pelonggaran jaga jarak di KRL tidak sepenuhnya menghilangkan penerapan protokol kesehatan yang biasa dilakukan.
Nadia meminta masyarakat untuk tetap disiplin menerapkan protokol kesehatan, seperti menjaga jarak, memakai masker, dan mencuci tangan dengan sabun.
"Tidak ya, protokol kesehatan tetap dijalankan pelonggaran dilakukan secara bertahap," kata Nadia saat dihubungi Kompas.com, Kamis (10/3/2022).
Nadia menekankan, meski aturan tempat duduk di KRL tak lagi mewajibkan menjaga jarak, masyarakat tetap wajib menggunakan masker.
Selain itu, ia meminta masyarakat yang rutin menggunakan transportasi umum untuk segera mendapatkan vaksinasi dosis ketiga atau booster agar terhindar dari penularan virus.
"Tetap pakai masker dan segera vaksin primer dan booster," ujarnya.
Baca juga: Tak Ada Jaga Jarak Duduk di KRL, Epidemiolog: Sangat Tidak Tepat, Ini Berbahaya
Adapun terkait kemungkinan terjadinya lonjakan kasus Covid-19 akibat pelonggaran tersebut, Nadia mengatakan, cakupan vaksinasi yang cukup tinggi saat ini diharapkan mampu menekan laju penularan virus Corona.
"Seharusnya dengan cakupan vaksinasi saat ini risiko penularan sangat rendah, apalagi ditambah prokes," ucap dia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.