Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Taufan Teguh Akbari
Dosen

Pengamat dan praktisi kepemudaan, komunikasi, kepemimpinan & komunitas. Saat ini mengemban amanah sebagai Wakil Rektor 3 IKB LSPR, Head of LSPR Leadership Centre, Chairman Millennial Berdaya Nusantara Foundation (Rumah Millennials), Pengurus Pusat Indonesia Forum & Konsultan SSS Communications.

G20, Pemuda dan Kesiapan Pendidikan Indonesia

Kompas.com - 11/03/2022, 06:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PRESIDENSI Indonesia di G20 memiliki makna yang spesial. Sebuah negara menengah mampu mengemban amanah yang besar untuk memimpin negara-negara dengan kekuatan ekonomi yang kuat.

Ada sebuah kepercayaan yang kuat dari negara-negara maju yang membuat Indonesia mendapatkan posisi tersebut.

Terlebih, Indonesia adalah satu-satunya negara berpendapatan menengah keatas (upper middle income country) yang menjadi anggota forum tersebut.

Dengan identitas dan tanggung jawab moral besar yang diemban, membuat Indonesia harus semaksimal mungkin mewakili suara negara berkembang.

Salah satu isu yang Indonesia bawa di periode presidensi kali ini adalah pendidikan. Tepatnya, kualitas pendidikan untuk semua dan teknologi digital dalam pendidikan.

Mempertimbangkan kualitas sektor pendidikan negara berkembang dan negara maju, isu ini menjadi sangat relevan untuk diperjuangkan.

Di Indonesia, masalah pendidikan masih terus membayangi, yang membuat Indonesia masih belum mampu mencetak sumber daya manusia secara optimal. Kita lihat contohnya dari jumlah penduduk menurut jenjang pendidikan.

Menurut data Kemendagri tahun 2021, jumlah penduduk yang tamat SMA jauh lebih banyak dibandingkan yang tamat S1.

Ada sekitar 56,2 juta yang lulus SMA dari 11,6 juta yang lulus S1. Jumlah ini tentu sangat timpang dan ada indikasi bahwa mengenyam pendidikan tinggi di Indonesia sulit.

Perbedaan pendidikan negara maju dan berkembang adalah kesadaran orangtua akan bakat anak.

Kualitas pendidikan kita masih kalah jauh dibandingkan negara lainnya. Tetapi, Indonesia bisa memanfaatkan posisinya untuk membawa agenda reformasi pendidikan negara berkembang ke ranah global.

Terlebih, negara-negara G20 memiliki sistem pendidikan yang maju dan mapan, sehingga Indonesia bisa memetik manfaat dan pelajaran dari negara-negara maju.

Selain itu, yang lebih penting adalah Indonesia bisa memanfaatkan anak mudanya yang cerdas, kreatif, dan inovatif untuk menghasilkan solusi yang holistik.

Mengejar kualitas pendidikan

Salah satu agenda pendidikan yang dibawa Indonesia adalah kualitas pendidikan itu sendiri. Ada alasan kuat yang mendasarinya.

Pertama, Indonesia sedang dalam proses menjemput peluang demografi. Persentase usia produktif (15-64 tahun) menurut Sensus Penduduk 2020 mencapai angka 70,72 persen. Sebuah aset yang sangat berharga dalam kacamata pembangunan.

Pada tahun 2050, menurut PwC tahun 2017 lalu, PDB Indonesia akan mencapai 10,5 triliun dollar dan menjadi salah satu negara ekonomi terbesar di dunia.

Semua itu bisa dicapai apabila Indonesia memiliki sumber daya manusia yang mumpuni. Akan tetapi, apabila sektor pendidikan tidak berbenah, maka akan menjadi sebuah liabilitas atau kerugian.

Ada tiga data yang membuat isu ini menjadi sangat penting, yaitu Human Development Index (HDI) keluaran UNDP, Human Capital Index (HCI) keluaran Bank Dunia, dan World Talent Ranking dari IMD.

Mari kita mulai dari HDI. Pada tahun 2020, UNDP mengeluarkan HDI yang menggambarkan bagaimana kualitas pengembangan manusia di banyak negara.

Negara anggota Uni Eropa mayoritas berada di kluster very high human development.

Sementara Indonesia berada di peringkat 107 dan termasuk negara dengan high human development.

Meski tergolong cukup tinggi, tetapi Indonesia masih kalah dari Malaysia, Thailand, dan Singapura yang peringkatnya jauh di atas negara kita.

Kemudian pada tahun yang sama ada HCI keluaran Bank Dunia yang lebih spesifik membahas bagaimana kualitas modal manusia di sebuah negara.

Berdasarkan pengukuran mereka tahun 2020, HCI Indonesia berada di angka 0,54. Angka itu masih di bawah perolehan Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Vietnam, dan Singapura yang HCI-nya di atas 0,6.

Ada data soal kesiapan talenta yang dikeluarkan IMD tahun 2021 lalu yang mengungkapkan bahwa dari 64 negara, Indonesia berada di peringkat 50.

Ada tiga aspek yang menjadi indikator penilaian, yaitu investasi dan pengembangan, appeal (tingkat atraktif suatu negara), dan kesiapan SDM.

Pada indikator pertama, Indonesia berada di peringkat 50, kemudian indikator kedua mendapatkan peringkat lebih baik, yakni 37. Akan tetapi, indikator kesiapan SDM berada di peringkat 53.

Selain secara global, apabila melihat dari kacamata nasional, kualitas SDM di setiap daerah di Indonesia masih belum merata.

Temuan dari Digital Competitiviness Index 2022 menunjukkan bahwa ada ketimpangan dalam SDM.

Misalnya, di DKI Jakarta, skor SDM-nya mencapai 85,02. Sedangkan di Yogyakarta dan Kalimantan Timur skornya masing-masing adalah 40,9 dan 25,7. Jawa Tengah hanya mendapatkan skor 46,6.

Dari data ini, bisa diambil kesimpulan bahwa kualitas SDM masih belum merata di setiap daerah, bahkan di Pulau Jawa sekalipun.

Keseluruhan, kualitas pendidikan Indonesia masih perlu banyak pembenahan. Selain itu, Indonesia juga tertinggal dari sesama negara di Asia Tenggara yang populasinya lebih kecil.

Akan tetapi, populasi dan ukuran sebuah negara tidak menjamin kualitas sumber daya manusia di sebuah negara apabila kebijakan pendidikannya tidak mampu menghasilkan sumber daya manusia yang berkompeten.

Oleh karena itu, terbilang wajar apabila Indonesia menaikkan agenda meningkatkan kualitas pendidikan sebagai salah satu isu terpenting di dunia Pendidikan melaui perhelatan G20.

Infrastruktur: Kartu ‘AS’ perbaikan pendidikan

Infrastruktur memiliki pengaruh yang signifikan bagi kualitas pendidikan di Indonesia. Infrastruktur yang memadai membuat pembelajaran menjadi lebih optimal, siswa mampu mengeksplorasi minat dan bakatnya dengan lebih leluasa, dan guru mampu memfasilitasi murid-murid dengan lebih baik.

Di Indonesia, masalah infrastruktur kerap kali menjadi halangan bagi banyak pihak untuk menyelenggarakan pembelajaran berkualitas tinggi. Kajian Bank Dunia mengafirmasi hal ini.

Dalam kajian bertajuk Public Expenditure Review Spending for Better Result yang dikonfirmasi oleh data administrasi Kemendikbud, menunjukkan bahwa hanya 25 persen ruang kelas di pendidikan dasar dan 40 persen ruang kelas SMA yang berada dalam kondisi baik.

Dalam Indeks Pembangunan TIK Indonesia tahun 2020, angkanya cukup tinggi di mana Indonesia mendapatkan angka 5,59, naik dibandingkan tahun lalu sebesar 5.32.

Peningkatan ini cukup tinggi dan menunjukkan ada upaya masif di mana Indonesia berusaha memeratakan infrastruktur digital di setiap daerah.

Ada lima besar provinsi dengan Indeks Pembangunan TIK-nya tertinggi, yaitu DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Bali, Kepulauan Riau, dan Kalimantan Timur.

Namun demikian, ketika pandemi menghampiri, banyak sekolah yang kesulitan mendapatkan akses infrastruktur digital.

Contohnya adalah SMA Negeri 1 Tabukan Utara, Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara. Hanya 60 persen dari muridnya melek digital, sedangkan 40 persen lainnya harus berusaha lebih untuk bisa beradaptasi dengan mekanisme belajar daring.

Ada tiga penyebab kenapa 40 persen itu bersusah payah dalam pembelajaran daring, yaitu akses internet belum masuk ke sebagian daerah tempat tinggal murid, tidak punya smartphone, dan kondisi ekonomi keluarga murid yang rendah.

Padahal indeks pembangunan TIK 2020 di Sulawesi Utara berkisar 5,69, meningkat dari tahun 2019 dengan angka 5,46.

Kemendikbud pada tahun 2020 mencatat, 31,8 persen pelajar tak mendapat akses internet saat pandemi corona, sehingga kesulitan mengikuti belajar online. Lalu, 15,7 persen tidak mempunyai ponsel pintar.

Selain itu, Kemendikbud juga mencatat bahwa masih ada 12.000 sekolah di daerah 3T yang belum mendapatkan akses internet dan 48.000 sekolah dengan jaringan internet yang buruk.

Kondisi seperti ini mempersulit jangkauan pendidikan ke seluruh lapisan masyarakat karena terkendala jaringan dan akses daerah yang belum memiliki internet yang stabil.

Masalah teknologi adalah masalah multi-dimensi karena meliputi permasalahan ekonomi, sosial, dan literasi teknologi.

Masyarakat berekonomi rendah mungkin tidak akan berfokus untuk membeli teknologi terkini.

Mereka hanya fokus untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, yakni sandang, papan, dan pangan.

Keluarga berekonomi rendah hanya ingin memastikan bahwa ada sepiring nasi di meja makan dan atap rumah yang kokoh yang bisa melindungi mereka dari segala cuaca.

Teknologi bagi mereka masih menjadi kebutuhan sekunder, bahkan tersier. Mereka tidak punya daya beli yang kuat untuk membeli peralatan teknologi guna menunjang pendidikan.

Kalau kita kaitkan dengan presidensi G20 Indonesia, kondisi ini tidak hanya dialami oleh Indonesia.

Negara-negara menengah ke bawah, terutama negara-negara di benua Afrika kondisinya hampir serupa dengan Indonesia, walaupun Indonesia masih lebih baik.

Misalnya, Global Digital Report 2020 menunjukkan bahwa internet hanya dinikmati oleh 34 persen populasi dari 1,2 miliar penduduk yang mendiami benua Afrika.

EdTech Hub juga menemukan fakta menarik dari hasil survei yang mereka lakukan pada tahun 2020.

Menurut hasil survei, 85 persen rakyat di benua Afrika mengetahui bahwa akan terjadi penggunaan teknologi dalam skala masif sebagai imbas dari pandemi.

Tetapi, di sisi lain, ada nada yang sangat pesimis di mana 74 persen rakyat Afrika menganggap integrasi teknologi akan memperparah kesenjangan pendidikan di desa dan di kota.

Apabila pendidikan di negara menengah ke bawah perlu meningkatkan kualitas pendidikan mereka, maka teknologi harus bisa diakses seluruh rakyat tanpa memberatkan mereka.

Isu ini penting karena negara menengah ke bawah akan terus tertinggal bila tidak meningkatkan akses teknologinya.

Dari konteks kepentingan Indonesia, ketidakmerataan teknologi akan menghasilkan sumber daya manusia yang tidak merata antara daerah perkotaan dan pedesaan.

Kesenjangan antara perkotaan dan pedesaan semakin besar dan semakin banyak generasi muda yang lebih tertarik ke kota dibandingkan membangun desanya sendiri.

G20 Momen anak muda bersinar

LinkedIn mengeluarkan riset yang menarik tentang Global Talent Trend tahun 2022. Hasil riset mereka menemukan bahwa ada empat kekuatan yang akan mengubah cara kerja manusia dalam 5-10 tahun ke depan, yaitu terobosan teknologi (53 persen), kelangkaan sumber daya dan perubahan iklim (39 persen), perubahan dalam peta kekuatan ekonomi global (36 persen), dan pergeseran demografi (33 persen).

Empat kekuatan ini perlu direspons dengan menguatkan sektor pendidikan.

Keempat kekuatan di atas, khususnya tentang terobosan teknologi mulai memengaruhi bursa kerja.

Misalnya, pada Oktober 2021 lalu, Google meluncurkan program baru untuk mendapatkan 40 juta orang terlatih yang memiliki kemampuan mengoperasikan Google Cloud.

Sementara itu, menurut Randstad Foresight 2021, ada sembilan in-demand skill yang akan memenuhi bursa lowongan kerja, seperti Artificial Intelligence (AI), virtual dan augmented reality, keamanan siber, cloud computing, blockchain, cloud computing, desainer UI/UX, data science, dan otomatisasi proses robotik.

Dengan kata lain, kemampuan teknologi akan mendominasi apa yang dibutuhkan oleh dunia industri.

Ini pun wajar karena perkembangan teknologi bergerak secara eksponensial. Akan tetapi, menurut Korn Ferry di dalam laporannya berjudul Future of Work Trend 2022, sebanyak 69 persen perusahaan yang paling dikagumi di dunia menghargai agility dan rasa ingin tahu dibandingkan seseorang dengan sejarah karir dan pengalaman.

Artinya, kita perlu menguatkan di berbagai sektor, hard skill dan soft skill.

Oleh karena itu, dunia pendidikan memiliki pekerjaan rumah yang sangat besar. Masih banyak hal-hal yang perlu diperbaiki agar pendidikan bisa mempertahankan marwahnya sebagai pencetak sumber daya manusia yang unggul.

Terlebih, jika bicara talenta digital khususnya, menurut Randstad Foresight 2021, Britania Raya, Tiongkok, India, dan Amerika Serikat punya talenta digital yang sangat besar.

Namun demikian, Indonesia patut berbangga karena memiliki anak muda yang inovatif dan kreatif.

Jika berbicara isu pendidikan, anak muda mampu berbicara lebih banyak. Alasannya adalah bahwa mereka telah bergerak di isu ini.

Mereka terjun ke masyarakat akar rumput, memastikan masyarakat mendapatkan pendidikan yang layak dan berkualitas.

Dapat dikatakan bahwa isu pendidikan adalah isunya anak muda karena dekat dengan realita yang terjadi di dalam kehidupan sehari-hari. Dan pendidikan merupakan inti permasalahan dari seluruh permasalahan di Indonesia.

Sehingga, tantangan ini bukan hanya menjadi pekerjaan rumah seorang Nadiem Makarim beserta jajarannya, tapi seluruh anak muda dengan keterpanggilan bersama wajib turun tangan memperbaiki pelbagai masalah Pendidikan di Tanah Air.

Isu pendidikan menjadi peluang besar bagi anak muda untuk turut andil dalam memberikan solusi.

Melihat masalah pendidikan di atas, sangat wajar apabila Indonesia menaikkan dua isu tersebut mengingat itu masalah fundamental bagi negara-negara menengah ke bawah.

Dua masalah itu yang membutuhkan solusi yang holistik dan cepat karena Indonesia juga dikejar waktu dengan semakin dekatnya momen bonus demografi.

Dan masalah ini bisa diselesaikan dengan mekanisme kemitraan dan kolaborasi berbagai pihak, mulai dari pemerintah, swasta, akademisi, LSM, dan pegiat komunitas.

Oleh karena itu, kemitraan dan kolaborasi menjadi salah satu isu yang diangkat karena masalah pendidikan butuh penyelesaian kolaboratif, yang sifatnya lintas sektor.

Kabar baiknya, anak muda dapat menjadi garda terdepan mengawali kolaborasi lintas sektor.
Isu pendidikan memang menjadi ladang perjuangan pemuda.

Banyak sekali komunitas anak muda yang tidak lelah berjuang meningkatkan kualitas SDM di akar rumput.

Sosok-sosok tersebut memang tidak terlihat, tetapi perjuangan mereka sedikit banyak berdampak pada peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.

Kalau disebutkan sosok-sosok anak muda yang bekerja di balik layar, tak terhitung jumlahnya. Misalnya Andri Rizki Putra yang mendirikan yayasan di bidang pendidikan.

Ada juga Pemuda Peduli yang digawangi oleh Said Alwy, sebuah yayasan yang fokus untuk membantu akses pendidikan ke anak-anak.

Panji Aziz Pratama yang sejak tahun 2013 lalu telah bergerak di isu pendidikan dan mendirikan Istana Belajar Anak di Banten, yang saat ini terus melakukan gerakannya untuk mengedukasi anak-anak di daerahnya.

Masih banyak lagi figur anak muda yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

Selain itu, presidensi Indonesia saat ini menjadi momen yang baik bagi anak muda untuk berkontribusi lebih masif.

Salah satu jalan yang bisa ditempuh anak muda adalah melalui KTT Y20, yang diselenggarakan oleh Indonesia Youth Diplomacy (IYD).

KTT ini bisa menjadi sarana yang sangat baik untuk mendapatkan ide dan melakukan kolaborasi bersama untuk pendidikan yang lebih baik.

Ada banyak ruang gerak anak muda di sana yang bisa menjadi katalis bagi peningkatan kualitas pendidikan Indonesia yang lebih merata.

Indonesia Youth Diplomacy bisa mempertemukan komunitas Indonesia dengan para pegiat muda lintas negara.

Tujuannya agar anak muda Indonesia bisa bertukar ide yang kemudian bisa diimplementasikan di Indonesia.

Mengingat tema pendidikan merupakan tema yang sangat menarik dan banyak dinamikanya, keterlibatan komunitas-komunitas di Indonesia bisa menjadi satu aspek untuk menonjolkan betapa dinamis dan kreatifnya pergerakan anak muda.

Tidak hanya melalui IYD, komunitas pun juga bisa ikut andil dengan mempromosikan nilai Bhinneka Tunggal Ika. Nilai tersebut yang menjadi fondasi membangun pendidikan yang inklusif dan toleran.

Mengutip Aristoteles, mendidik pikiran tanpa mendidik hati adalah bukan pendidikan sama sekali.

Anak muda bisa berperan banyak memperkenalkan pendidikan kearifan lokal di mana Indonesia punya banyak sekali kearifan lokal yang edukatif dan inspiratif. Komunitas bahkan bisa memasukkan isu itu di grand plan pendidikan.

Pada akhirnya, G20 menjadi tempatnya anak muda menarasikan isu pendidikan. Tempatnya anak muda untuk mempromosikan ide-ide kreatifnya dan melakukan kolaborasi dengan banyak pihak.

Terlebih, isu pendidikan merupakan isu yang sangat strategis yang bisa memengaruhi seluruh isu yang dibicarakan.

Saatnya anak muda menunjukkan tajinya di lingkup global, terpapar ide-ide gila, lalu bergerak dengan energi dan ide yang lebih baru.

Karena itu, tujuan pendidikan adalah menciptakan masa depan yang lebih baik. Masa depan akan bergerak jauh lebih dinamis dari saat ini, terlebih dengan teknologi yang terus berkembang.

Peta lapangan pekerjaan akan berubah dan pendidikan punya peran penting agar menghasilkan sumber daya manusia yang adaptif dan inovatif.

Manusia yang tidak hanya mementingkan bagaimana menghasilkan material, tetapi untuk kesejahteraan masyarakat.

Masa depan adalah masanya anak muda. Pendidikan saat ini perlu berbenah dan anak muda dapat menjadi pioneer perubahan yang diinginkan.

Pendidikan perlu dipersiapkan untuk bisa menjawab tantangan zaman. Anak muda punya merumuskan kurikulum dan kebijakan pendidikan yang sesuai dengan perkembangan zaman dan menjadi aktivis pendidikan yang membantu pemerintah di lapisan masyarakat akar rumput.

Apalagi, anak muda telah banyak terpapar isu pendidikan. Jadi, suara mereka memiliki bobot yang tidak bisa dipandang sebelah mata oleh para pembuat kebijakan.

Oleh karena itu, mari kita berikan ruang yang seluas-luasnya untuk anak muda berproses lebih baik agar menjadi sosok pemuda/I yang berdaya, berkarya, dan bermakna.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

Nasional
Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Nasional
Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

Nasional
Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Nasional
Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Nasional
TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P 'Happy' di Zaman SBY...

TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P "Happy" di Zaman SBY...

Nasional
KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

Nasional
'Groundbreaking' IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

"Groundbreaking" IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com