KOMPAS.com – Pornografi semakin berkembang luas di tengah masyarakat dan mengancam tatanan sosial masyarakat Indonesia.
UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi diciptakan untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi warga negara dari pornografi, terutama bagi anak dan perempuan.
Dalam UU tersebut, pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.
UU Nomor 44 Tahun 2008 juga mengatur tentang perbuatan yang dilarang terkait pornografi.
Baca juga: Direktorat SMP: Ini 3 Dampak Kecanduan Pornografi bagi Remaja
Larangan dan pembatasan terkait poronografi tertuang dalam Bab II mulai dari Pasal 4 sampai Pasal 14.
Dalam Pasal 4 Ayat 1, terdapat larangan bagi setiap orang untuk memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat:
Setiap orang juga dilarang meminjamkan atau mengunduh pornografi seperti yang disebut di ayat ini.
Terdapat pula larangan untuk memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan produk pornografi seperti yang disebut dalam Pasal 4 Ayat 1.
Namun, larangan ini tidak berlaku bagi pihak-pihak yang diberi kewenangan oleh peraturan perundang-undangan, seperti lembaga sensor film, lembaga pengawas penyiaran, atau lembaga pelayanan kesehatan dan pendidikan.
Larangan terkait memiliki atau menyimpan juga tidak berlaku bagi diri sendiri dan kepentingan sendiri.
Sementara itu, dalam Pasal 4 Ayat 2, setiap orang dilarang menyediakan jasa pornografi yang:
Setiap orang pun dilarang mendanai atau memfasilitasi seluruh perbuatan yang disebut dalam Pasal 4 Ayat 1 dan 2.
Selain itu, setiap orang juga dilarang dengan sengaja menjadi atau menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung muatan pornografi.
Tapi, jika pelaku dipaksa dengan ancaman atau di bawah tekanan orang lain, dibujuk atau ditipu daya, atau dibohongi oleh orang lain, maka pelaku tidak akan dipidana.
Larangan juga ditujukan bagi setiap orang untuk mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lain, seperti kekerasan seksual, masturbasi atau onani.