Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar Kritik MA yang Pangkas Vonis Edhy Prabowo: Seharusnya Diperberat

Kompas.com - 10/03/2022, 16:26 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan seharusnya majelis kasasi Mahkamah Agung (MA) tidak memangkas hukuman bagi mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Edhy Prabowo terkait kasus suap ekspor dan budidaya benih bening lobster (BBL). Menurut dia, perbuatan korupsi yang dilakukan oleh Edhy dalam jabatannya sebagai menteri seharusnya menjadi faktor pemberat dalam perkara itu.

"Jika MA mempertimbangkan kinerja seseorang ketika menjabat dalam jabatan publik sebagai menteri, dalam kasus Edhy Prabowo maka seharusnya jabatan itu menjadi faktor yang memberatkan hukuman, bukan meringankan," kata Abdul kepada Kompas.com, Kamis (10/3/2022).

Abdul mengatakan, dari segi hukum orang yang menduduki jabatan publik sebagai menteri seharusnya melahirkan kewajiban dan memberikan yang terbaik kepada masyarakat. Karena, lanjut dia, menteri diangkat oleh presiden dan digaji oleh rakyat karena pendapatan negara berasal dari pajak rakyat.

"Ketika dia melakukan korupsi dalam jabatannya, sesunguhnya itu justru merupakan suatu pengkhianatan terhadap tugas dan kewajiban kepada negara dan rakyat," ucap Abdul.

Baca juga: MA Sunat Hukuman Edhy Prabowo, KPK: Putusan Hakim Seyogianya Pertimbangkan Hakikat Pemberantasan Korupsi

Pada pengadilan tingkat pertama, Edhy dijatuhi vonis 5 tahun penjara dan denda senilai Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan. Ia juga dijatuhi pidana penghanti senilai Rp 9,68 miliar dan 77.000 dollar Amerika.

Edhy melalui kuasa hukumnya lantas mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta. Oleh majelis hakim PT Jakarta hukumannya justru diperberat menjadi 9 tahun penjara.

Setelah itu, Edhy mengajukan kasasi ke MA. Tiga majelis kasasi MA yakni Sofyan Sitompul, Gazalba Saleh dan Sinintha Yuliansih memutuskan memangkas hukuman Edhy menjadi 5 tahun penjara pada Senin (7/3/2022) lalu. Majelis kasasi tetap mengenakan hukuman pidana uang pengganti sebesar Rp 9,68 miliar dan 77.000 dolar Amerika Serikat atau Rp 1,09 miliar kepada Edhy.

Baca juga: Edhy Prabowo, Eks Menteri Kelautan dan Perikanan Penerima Suap yang Dinilai Bekerja Baik oleh MA

Majelis kasasi menilai Edhy telah bekerja dengan baik dengan mencabut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56 Tahun 2016 dan menggantinya dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020. Dalam amar putusannya, para hakim menganggap Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 adalah upaya untuk mensejahterakan rakyat khususnya nelayan kecil.

“Faktanya sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan RI (Edhy) sudah bekerja dengan baik dan telah memberi harapan yang besar kepada masyarakat khususnya bagi nelayan,” kata Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro dalam keterangan pers, Rabu (9/3/2022).

Sebab para eksportir lobster diwajibkan mengambil benih lobster dari nelayan. Selain memangkas pidana penjara, majelis kasasi juga mengurangi masa pencabutan hak politik Edhy dari 3 tahun menjadi 2 tahun.

Dari sudut fungsi dan kewenangan, kata Abdul, MA sebagai lembaga peradilan tertinggi di Indonesia mempunyai kewenangan mengurangi atau menambah hukuman kepada seorang terdakwa yang mengajukan kasasi atau peninjauan kembali.

Sedangkan hukuman adalah konteks yuridis dari konsekuensi perbuatan seseorang. Orang yang melakukan kejahatan maka harus dihukum sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Baca juga: ICW Nilai Putusan MA Pangkas Vonis Edhy Prabowo Absurd

Masa dan bentuk hukuman itu dibatasi oleh pasal-pasal yang dilanggar, atau ketentuan-ketentuan hukum pidana.

"Hakim dari Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, Mahkamah Agung tidak boleh memberikan hukuman melebihi batas maksimal dari hukuman dalam sebuah ketentuan. Bahwa ada pengurangan atau penambahan hukuman itu memang kewenangan lembaga peradilan," ucap Abdul.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Nasional
Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com