JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Masdalina Pane menilai, penghapusan tes PCR dan antigen sebagai syarat perjalanan naik angkutan dalam negeri atau domestik, semestinya dilakukan sejak dulu.
Sebab, menurut dia, kebijakan tersebut dinilai tak sesuai dengan kaidah epidemiologi.
"Sejak awal pandemi, kami sudah mengatakan bahwa penggunaan tes pada pelaku perjalanan domestik itu tidak akan efektif," kata Masdalina kepada Kompas.com, Selasa (8/3/2022) malam.
Sesuai kaidah epidemiologi, imbuh dia, seharusnya tes PCR dan antigen dilakukan terhadap orang-orang yang berstatus suspek, probabel maupun yang memiliki kontak erat dengan pasien positif Covid-19.
Selain itu, upaya pencegahan penularan Covid-19 dilakukan dengan cara memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan (3M).
Baca juga: 8 Aturan Ketat Perjalanan Tanpa Antigen dan PCR, Tak Boleh Makan Minum di Kendaraan
"Pelaku perjalanan itu siapa? Tidak masuk 3 kriteria itu," kata dia.
"Berkali-kali itu (tes Covid-19 sebagai syarat perjalanan) dilakukan itu sebenarnya agar keterisian transportasinya bisa 100 persen, kita mengabaikan protokol jaga jarak," lanjut Masdalina.
Ia menambahkan, meski saat ini kebijakan tersebut telah direvisi, pada kenyataannya ketika kebijakan itu berlaku tak juga mencegah terjadinya gelombang penularan Covid-19.
Tercatat, sejauh ini telah terjadi tiga gelombang penularan Covid-19 di Indonesia, terhitung sejak kasus pertama diumumkan.
"Tetap saja kasus naik, meninggal naik. Jadi memang tidak ada urusannya, tidak relevan pemeriksaan tes pada pelaku perjalanan domestik," ujarnya.
Logika inkonsisten
Masdalina berpendapat, ada logika yang inkonsisten jika sebelumnya pemerintah berdalih bahwa tes PCR dan antigen sebagai syarat perjalanan dilakukan demi pengendalian wabah.
Ia kemudian membandingkan perjalanan menggunakan kereta rel listrik (KRL) di Jabodetabek dan pesawat terbang.
Baca juga: Tes PCR/Antigen Tak Jadi Syarat Perjalanan, Warga: Lengah Sedikit, Kasus Naik Lagi, Lelah...
Perjalanan dengan KRL tak perlu menggunakan tes Covid-19, sedangkan pesawat terbang sebaliknya.
"Jakarta-Bogor butuh waktu 2 jam naik kereta. Memangnya tidak mungkin terjadi transmisi (penularan) dalam kurun waktu itu? Itu jauh lebih lama daripada kita terbang dari Jakarta ke Solo yang 45 menit," jelas Masdalina.
Inkonsistensi logika ini juga terjadi ketika pemerintah berulang-ulang merevisi masa berlaku tes Covid-19 bagi pelaku perjalanan, dari 14 hari menjadi 3 hari untuk tes PCR dan 1 hari untuk tes antigen.
"Sampai hari ini, sejak awal tes dilakukan pada pelaku perjalanan, yang terjadi adalah kita berdebat sendiri tentang alat tesnya dan harinya saja," pungkasnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.