JAKARTA, KOMPAS.com - Isu perpanjangan masa jabatan presiden masih jadi perdebatan.
Wacana ini mengemuka setelah muncul polemik penundaan Pemilu 2024 yang diusulkan sejumlah ketua umum partai politik.
Sejak masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo periode kedua, isu perpanjangan masa jabatan presiden setidaknya sudah bergulir sebanyak 3 kali.
Sudah 3 kali pula presiden memberikan tanggapan atas wacana ini.
Baca juga: Membaca Sikap Mengayun Jokowi soal Usul Penundaan Pemilu dan Perpanjangan Masa Jabatan Presiden
Rupanya, sikap yang ditunjukkan Jokowi atas wacana ini tidak persis sama dari masa ke masa. Berikut rangkumannya.
Wacana perpanjangan masa jabatan presiden pertama kali mengemuka di akhir 2019. Isu ini muncul menyusul usulan untuk mengamendemen UUD 1945.
Ada yang mengusulkan masa jabatan presiden menjadi 8 tahun dalam satu periode. Ada pula yang mengusulkan masa jabatan presiden menjadi 4 tahun dan bisa dipilih sebanyak 3 kali.
Usul lainnya, masa jabatan presiden menjadi 5 tahun dan dapat dipilih kembali sebanyak 3 kali.
Jokowi kala itu langsung bersuara keras menanggapi isu tersebut. Ia mengatakan tidak setuju dengan usul masa jabatan presiden 3 periode.
Presiden bahkan curiga ada pihak yang ingin menjerumuskannya dengan mengusulkan wacana tersebut.
"Kalau ada yang usulkan itu, ada tiga (motif) menurut saya, ingin menampar muka saya, ingin cari muka, atau ingin menjerumuskan. Itu saja," kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, 2 Desember 2019.
Jokowi menegaskan, sejak awal ia sudah menyampaikan bahwa dirinya merupakan produk pemilihan langsung berdasarkan UUD 1945 pasca-reformasi.
Oleh karenanya, saat muncul wacana untuk mengamendemen UUD 1945, ia menekankan agar tak melebar dari persoalan haluan negara.
"Sekarang kenyataannya begitu kan, (muncul usul) presiden dipilih MPR, presiden tiga periode. Jadi lebih baik enggak usah amendemen. Kita konsentrasi saja ke tekanan eksternal yang tidak mudah diselesaikan," kata dia.
Isu perpanjangan masa jabatan presiden kembali muncul pada Maret 2021. Ini menyusul pernyataan mantan Ketua MPR Amien Rais yang menyebut bahwa ada skenario mengubah ketentuan dalam UUD 1945 soal masa jabatan presiden.
Jokowi kembali bersuara lantang atas isu tersebut. Ia menegaskan bahwa dirinya tidak berniat dan tak punya minat untuk menjabat selama tiga periode.
Baca juga: Jokowi Dinilai Perlu Bersikap Lebih Tegas Terkait Penundaan Pemilu
"Saya tegaskan, saya tidak ada niat. Tidak ada juga berminat menjadi presiden tiga periode," kata Jokowi melalui tayangan YouTube Sekretariat Presiden, Senin (15/3/2021).
Jokowi mengaku telah berulang kali menyampaikan penolakan terhadap usulan perpanjangan masa jabatan presiden.
Sikap ini, kata dia, tidak akan pernah berubah. Sebagaimana bunyi konstitusi atau Undang Undang Dasar 1945, masa jabatan presiden dibatasi sebanyak dua periode.
Paling baru, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan menyuarakan soal penundaan Pemilu 2024.
Sebelumnya, wacana penundaan pemilu juga sempat digulirkan oleh Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia.
Buntut dari wacana tersebut, isu perpanjangan masa jabatan presiden kembali mengemuka.
Setelah lebih dari sepekan gaduh, presiden akhirnya angkat bicara. Jokowi menyatakan dirinya bakal patuh pada UUD 1945.
"Kita bukan hanya taat dan tunduk, tetapi juga patuh pada konstitusi," kata Jokowi di Istana Bogor, Jawa Barat, Jumat (4/3/2022), dilansir dari Kompas.id edisi Sabtu (5/3/2022).
Meski demikian, sikap Jokowi kali ini tak sekeras pernyataannya sebelumnya.
Kali ini, dia menyatakan, wacana penundaan pemilu tidak bisa dilarang. Sebab, hal itu bagian dari demokrasi.
Namun, sekali lagi, Jokowi menegaskan bakal tunduk dan patuh pada konstitusi.
"Siapa pun boleh-boleh saja mengusulkan wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden, menteri atau partai politik, karena ini kan demokrasi. Bebas aja berpendapat. Tetapi, kalau sudah pada pelaksanaan semuanya harus tunduk dan taat pada konstitusi," kata Jokowi.
Adapun konstitusi memang telah tegas mengatur penyelenggaraan pemilu maupun masa jabatan presiden.
Pasal 22E Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan, pemilu presiden dan wakil presiden, anggota DPR RI, DPD, serta DPRD provinsi dan kabupaten/kota dilaksanakan lima tahun sekali.
Sementara, merujuk Pasal 7 UUD, masa jabatan presiden dan wakil presiden dibatasi paling banyak dua periode, dengan lama masa jabatan 5 tahun setiap satu periode.
Merespons ini, Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Azyumardi Azra menilai bahwa sikap Jokowi tidak tegas.
Pernyataan presiden dinilai normatif dan belum menjawab kegaduhan politik yang terjadi belakangan ini.
“Pernyataan Presiden Jokowi bahwa ia taat, tunduk, dan patuh pada konstitusi masih normatif, tidak cukup tegas menjawab kegaduhan politik tiga parpol yang mengusulkan penundaan Pemilu 14 Februari 2024,” kata Azyumardi kepada Kompas.com, Minggu (6/3/2022).
Baca juga: Ramai-ramai Tolak Wacana Penundaan Pemilu dan Perpanjangan Masa Jabatan Presiden...
Azyumardi pun meminta presiden untuk tidak membiarkan bola liar isu perpanjangan masa jabatan presiden terus bergulir.
Menurut dia, Jokowi perlu mengambil sikap tegas secara eksplisit yang menyatakan bahwa dirinya menolak wacana tersebut.
“Presiden Jokowi harus tidak membiarkan bola liar isu politik terus menciptakan kegaduhan,” kata Azyumardi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.