JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra menilai, ungkapan Presiden Joko Widodo bahwa semua orang wajib taat dan patuh pada konstitusi mengisyaratkan bahwa penundaan Pemilu 2024 tak dapat terlaksana.
Sebelumnya, wacana penundaan pemilu dan perpajangan masa jabatan presiden dikemukakan tiga ketua umum partai politik yaitu Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan dan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto.
Wacana ini diawali oleh Muhaimin yang mengusulkan Pemilu 2024 diundur dengan dalih khawatir mengganggu stabilitas ekonomi Tanah Air pada tahun tersebut.
Baca juga: 3 Pernyataan Jokowi Terkait Wacana Perpanjangan Masa Jabatan Presiden…
"Sesuai pandangan Presiden agar kita semua taat dan patuh pada konstitusi, maka usul Cak Imin, Zulkifli Hasan, dan Airlangga itu adalah usul yang tidak mungkin dapat dilaksanakan," kata Yusril melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Minggu (6/3/2022).
"Jika dilaksanakan, maka penundaan pemilu itu menabrak Pasal 22E ayat (1) UUD 45 yang memerintahkan agar pemilu dilaksanakan lima tahun sekali," lanjutnya.
Yusril menambahkan, karena tak dapat ditunda, pemilu mungkin saja dilaksanakan dengan lebih sederhana, namun tetap sesuai jadwal.
Ia memberi contoh "digital election" atau pemilu digital, di mana pemungutan suara dapat diselenggarakan melalui ponsel.
Baca juga: Jokowi Klaim Taat Konstitusi, Azyumardi: Tidak Tegas Jawab Kegaduhan Politik
Jika tidak, maka satu-satunya jalan menunda pemilu hanya dengan mengubah landasan konstitusionalnya.
Tanpa amandemen UUD 1945, maka penundaan pemilu adalah pelanggaran nyata atas konstitusi dan ini adalah masalah serius.