KOMPAS.com – Dalam penanganan perkara pidana tertentu terdapat istilah justice collaborator atau saksi pelaku yang bekerja sama.
Justice collaborator merupakan pelaku tindak pidana yang bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membongkar kasus tindak pidana tertentu yang terorganisir dan menimbulkan ancaman serius.
Tindak pidana tertentu yang dimaksud seperti korupsi, terorisme, narkotika, pencucian uang, perdagangan orang, maupun tindak pidana terorganisir yang lain.
Baca juga: Permohonan Justice Collaborator Ditolak, Eks Penyidik KPK Stepanus Robin Kecewa
Istilah justice collaborator sendiri dapat ditemukan dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan bagi Pelapor Tindak Pidana (Whistle Blower) dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama (Justice Collaborator) di dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu.
Surat edaran ini menjadi dasar dalam memberikan perlindungan hukum serta perlakuan khusus terhadap orang yang menemukan dan melaporkan temuan yang dapat membantu penegak hukum dalam menangani tindak pidana tersebut.
Selain itu, adanya aturan ini juga menjadi jaminan dalam upaya menumbuhkan partisipasi masyarakat untuk pengungkapan kasus tertentu.
Dalam Surat Edaran Mahkamah Agung tersebut, seseorang dapat dikategorikan sebagai justice collaborator jika:
Dalam menjalankan perannya, saksi pelaku akan mendapat perlindungan yang diatur dalam UU Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Pasal 10 Ayat 1 UU tersebut berbunyi, “Saksi, korban, saksi pelaku, dan/atau pelapor tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdata atas kesaksian dan/atau laporan yang akan, sedang, atau telah diberikannya, kecuali kesaksian atau laporan tersebut diberikan tidak dengan iktikad baik.”
Sementara Ayat 2 berbunyi, “Dalam hal terdapat tuntutan hukum terhadap saksi, korban, saksi pelaku, dan/atau pelapor atas kesaksian dan/atau laporan yang akan, sedang, atau telah diberikan, tuntutan hukum tersebut wajib ditunda hingga kasus yang ia laporkan atau ia berikan kesaksian telah diputus oleh pengadilan dan memperoleh kekuatan hukum tetap.”
Atas perannya sebagai justice collaborator, saksi pelaku akan diberikan penanganan secara khusus dalam proses pemeriksaan.
Menurut Pasal 10A UU Nomor 31 Tahun 2014, penanganan khusus yang akan diberikan berupa:
Selain itu, saksi pelaku juga akan diberikan penghargaan.
Penghargaan atas kesaksiannya berupa keringanan penjatuhan pidana atau pembebasan bersyarat, pemberian remisi tambahan dan hak narapidana lain sesuai peraturan yang berlaku.
Dalam pemberian penghargaan ini, hakim dwajibkan untuk tetap mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat.
Referensi: