JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengatakan, skema victim trust fund atau pendanaan bantuan dibutuhkan dalam mekanisme perlindungan saksi dan korban bagi korban kekerasan seksual.
Deputi Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar mengatakan, skema ini diperlukan ketika pelaku kekerasan seksual atau pihak ketiga tidak mampu membayarkan ganti rugi atau restitusi.
Dengan keberadaan victim trust fund tersebut, harapannya korban bisa tetap mendapatkan haknya dalam bentuk ganti rugi.
"Kebutuhan ini (victim trust fund) muncul, bagaimana mekanisme perlindungan saksi dan korban sampai pada titik ini. Oleh karena itu kita berarap ketika ada persoalan, pelaku atau pihak ketiga (yang) tidak mampu membayar, lantas jangan diputuskan korban tidak perlu memaksa ganti rugi. sistem ini harus dibangun," kata Nahar dalam press briefing yang dilakukan secara virtual, Jumat (4/3/2022).
Baca juga: KemenPPPA: 797 Anak Jadi Korban Kekerasan Seksual Sepanjang Januari 2022
Salah satu kasus yang memunculkan kebutuhan atas victim trust fund yakni terkait dengan putusan hakim mengenai restitusi atau ganti rugi bagi korban pemerkosaan Herry Wirawan yang dibebankan kepada negara.
Restitusi yang dibebankan kepada negara melalui Kementerian PPPA sebesar Rp 331 juta.
Majelis hakim PN Bandung di dalam vonis kepada Herry Wirawan mengatakan, pembayaran restitusi dibebankan kepada pemerintah dengan alasan tugas negara untuk melindungi setiap warga negaranya.
Majelis berpendapat, berdasarkan Pasal 67 KUHP, terdakwa yang telah dituntut pidana maksimal tidak bisa dijatuhi pidana lainnya kecuali pencabutan hak tertentu, perampasan barang yang telah disita sebelumnya, dan pengumuman putusan hakim.
Putusan hakim tersebut terancam tak terbayarkan lantaran tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
Nahar pun mengatakan, kebutuhan akan victim trust fund bisa diakomodir melalui Rancangan Undang-Undang (RUU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Baca juga: Panja Upayakan RUU TPKS Akomodasi Bantuan Dana bagi Korban Kekerasan Seksual
"Jadi ini menekankan pentingnya hak korban, jangan sampai kasus selesai, pelaku mendapatkan hukuman maksimal, namun denda tidak dibayar cukup dengan subsider, kemudian korban dan keluarga korban menderita sendiri dan tidak ada dukungan apapun dalam pemulihan. Ini menjadi catatan," kata Nahar.
Usulan mengenai victim trust fund sebelumnya disampaikan oleh Institute for Criminal Justice Reform (ICJR).
Peneliti ICJR Maidina Rahmawati mengatakan, victim trust fund dirasa efektif lantaran penegak hukum tidak perlu membebankan restitusi kepada pelaku.
Maidina menjelaskan, victim trust fund tersebut bisa dikelola oleh Kementerian Keuangan dengan pengelolaan dan layanan dibantu oleh LPSK.
"ICJR rekomendasikan harusnya ada skema yang lebih efektif dibangun, yaitu victim trust fund, enggak perlu sulit enforce ke pelaku. Pelaku juga bisa dibebankan sanksi finansial yang nanti diolah trust fund untuk layanan dan bantuan korban. Itu perlu skema yang dibahas antar pemerintah," ujar Maidina.
Baca juga: Pakar Sebut Restitusi Korban Kekerasan Seksual Dibebankan ke Pemerintah Bentuk Hukuman bagi Negara
"Dengan kondisi Indonesia, bisa dikelola oleh Kemenkeu untuk penerimaannya, pengelolaan ke layanan dan bantuan dengan LPSK," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.