JAKARTA, KOMPAS.com - Nurhayati, mantan bendahara Desa Citemu, Jawa Barat, menjadi tersangka setelah melaporkan kasus dugaan korupsi yang dilakukan eks kepala desanya, Supriyadi.
Nur mengungkap dugaan penyelewengan anggaran desa lebih dari Rp 818 juta yang dilakukan Supriyadi. Ia melaporkan dugaan tindak pidana korupsi itu ke polisi.
Namun, selain menetapkan Supriyadi sebagai tersangka, Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Cirebon Kota juga menetapkan Nur sebagai tersangka pada akhir November 2021.
Polisi menduga Nurhayati melanggar Pasal 66 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.
Baca juga: Tak Cukup Bukti, Kabareskrim Sebut Kasus Nurhayati Akan Di-SP3
Menurut polisi, Nurhayati turut melakukan dan terlibat karena telah 16 kali menyerahkan anggaran secara sadar ke Supriyadi, bukan kepada aparat desa yang seharusnya.
Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Maneger Nasution mengatakan, penetapan tersangka terhadap Nur menjadi preseden buruk dalam upaya pemberantasan korupsi.
Dia menegaskan, Nur semestinya tidak bisa dipidana. Sebab, berdasarkan keterangan, Nurhayati hanya bekerja sesuai instruksi mencairkan dana desa atas rekomendasi camat dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD).
“Pasal 51 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), menyebutkan, orang yang melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak boleh dipidana,” kata Maneger dalam keterangan pers, Senin (21/2/2022).
Baca juga: Kabareskrim Belum Berencana Tindak Anggotanya yang Tetapkan Nurhayati Tersangka
Selain itu, posisi Nurhayati sebagai pelapor dugaan korupsi dijamin oleh UU Perlindungan Saksi dan Korban.
Maneger menuturkan, pelapor dugaan korupsi dijamin tidak mendapatkan serangan balik sepanjang laporan itu diberikan dengan iktikad baik.
“Pelapor tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdata atas laporan yang akan, sedang, atau telah diberikannya," ucapnya.
Kasus segera dihentikan
Kepala Bareskrim Polri Komjen Agus Andrianto mengatakan, pihaknya berencana menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) terhadap Nurhayati.
Menurut Agus, penerbitan SP3 itu dilakukan setelah Biro Wasidik melakukan gelar perkara dan disimpulkan bahwa tidak ditemukan cukup bukti agar kasus tersebut dilanjutkan ke persidangan.
"Hasil gelarnya ya tidak cukup bukti, sehingga tahap duanya tidak dilakukan. Semoga hasil koordinasi Kapolres dan Direskrimsus dengan Aspidsus dan Kejari mengembalikan P21-nya, sehingga kita bisa SP3," ujar Agus, dikutip dari Tribunnews, Sabtu (26/2/2022).