JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia diminta memanfaatkan jalur diplomasi multilateral atau shuttle diplomacy untuk meredam perang antara Rusia dan Ukraina yang tengah berkecamuk.
Pengamat hubungan internasional dari Universitas Al Azhar Ramdhan Muhaimin menilai Indonesia bisa melakukan hal itu demi meredam ketegangan di tingkat kawasan dan global yang diakibatkan oleh peperangan itu. Sebab saat ini Indonesia menjabat sebagai ketua forum G20 dan posisi itu diharapkan digunakan sebaik mungkin untuk meredakan konflik.
"Peran multilateral ini harus bisa dimanfaatkan Indonesia untuk membantu meredakan ketegangan, bisa melalui diplomasi multilateral atau shuttle diplomacy," kata Ramdhan kepada Kompas.com, Jumat (25/2/2022).
"Caranya dengan membangun komunikasi politik konstruktif terhadap pihak-pihak (parties) bukan saja Rusia dan Ukraina, tapi juga Amerika Serikat, anggota NATO, termasuk dengan aliansi dekat Rusia seperti China," lanjut Ramdhan.
Baca juga: Sikap Jokowi yang Tak Berpihak di Konflik Rusia Vs Ukraina Dinilai Bukan Berarti RI Cari Selamat
Ramdhan mengatakan, Indonesia juga bisa memanfaatkan hubungan diplomatik langsung dengan Rusia dan Ukraina. Apalagi Indonesia juga punya hubungan yang baik sejak lampau dengan kedua negara itu.
"Ukraina disebut ada peran diplomatik dalam kemerdekaan Indonesia. Rusia juga punya kontribusi besar dalam pembentukan negara modern Indonesia pasca kemerdekaan, terutama di era Orde Lama. Begitupun setelah era Perang Dingin berakhir. Hubungan bilateral Indonesia denga Rusia dan Ukraina makin erat," ucap Ramdhan.
Di sisi lain, Ramdhan mengatakan, Amerika Serikat dan Uni Eropa juga punya peran yang lebih besar untuk membantu mengatasi konflik Rusia dan Ukraina. Sebab menurut dia jika jalur diplomasi terbuka mandek, maka dikhawatirkan konflik itu perlahan menyebar ke kawasan Eropa yang akhirnya menjalar ke wilayah lain di dunia.
Ukraina saat ini dalam kondisi darurat nasional setelah Presiden Rusia Vladimir memerintahkan operasi militer pada Kamis (24/2/2022) kemarin.
Baca juga: Imigrasi Siapkan Surat Perjalanan Laksana Paspor untuk WNI di Ukraina
Rusia mengatakan mereka menggempur Ukraina untuk membantu dua republik yang baru diakui, yakni Republik Rakyat Donetsk dan Republik Rakyat Luhansk. Kedua wilayah itu sebelumnya adalah wilayah Ukraina, tetapi terjadi pemberontakan kelompok separatis yang disebut dibantu Rusia dan melepaskan diri.
Konflik separatis itu berlangsung sejak 2014, bersamaan dengan pendudukan Semenanjung Crimea oleh Rusia.
Saat ini sekitar 100.000 penduduk Ukraina dilaporkan mengungsi. Sebab Ibu Kota Kiev dikhawatirkan bakal diduduki oleh tentara Rusia.
Pangkal permasalahan konflik itu adalah soal sikap Ukraina yang ingin menjadi anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Rusia merasa jika Ukraina menjadi anggota NATO maka bakal mengancam mereka. Sebab, NATO bisa saja menjadi menempatkan instalasi persenjataan di Ukraina yang mengarah ke Rusia.
Baca juga: Minta Pemerintah Pertimbangkan Evakuasi, Ketua DPR: Jangan Ada Satupun WNI di Ukraina yang Terluka
Selain itu, Rusia protes karena NATO terus meluaskan pengaruh dan menerima sejumlah negara bekas anggota Uni Soviet menjadi anggota mereka. Hal itu dinilai bisa merongrong stabilitas pertahanan Rusia.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui akun Twitter menyampaikan untuk menghentikan peperangan. Namun, dia tidak menyebut nama negara atau kawasan tempat peperangan karena Indonesia memiliki hubungan baik dengan kedua negara.
"Setop perang. Perang itu menyengsarakan umat manusia, dan membahayakan dunia," tulis Jokowi melalui akun @jokowi, Kamis.