JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyampaikan sejumlah kesimpulan dari hasil penyelidikan mereka terhadap konflik di Desa Wadas buntut proyek Bendungan Bener di Purworejo, Jawa Tengah.
Konflik di Desa Wadas terjadi pada 8 Februari 2022. Saat itu, lebih dari 60 orang warga Wadas diamankan Polisi buntut penolakan penambangan batu andesit di Desa Wadas untuk Bendungan Bener yang masuk dalam proyek strategi nasional (PSN).
Peristiwa tersebut berawal saat ratusan aparat memasuki Desa Wadas untuk menemani petugas Badan Pertanahan Nasional (BPN) melakukan pengukuran lahan guna penambangan bahan material pembangunan Bendungan Bener.
Pengawalan itu berujung terjadinya penangkapan disertai kekerasan pada setidaknya 67 warga yang menolak penambangan tersebut.
Penangkapan puluhan warga tersebut menghebohkan publik. Media sosial bahkan diramaikan oleh tagar #WadasMelawan, #SaveWadas, hingga #WadasTolakTambang.
Muncul pula petisi "Hentikan Rencana Pertambangan Batuan Andesit di Desa Wadas" di laman change.org. Polisi pada akhirnya melepaskan puluhan warga yang diamankan.
Baca juga: Wadas Melawan dan Pembelaan Pemerintah yang Klaim Tak Ada Kericuhan
Salah satu kesimpulan yang didapat Komnas HAM adalah adanya penggunaan kekuatan berlebihan atau excessive use of power oleh aparat kepolisian Polda Jawa Tengah pada warga Desa Wadas.
“Yang dilandasi dengan pengerahan personel dalam jumlah besar dan adanya tindakan kekerasan dalam proses penangkapan,” sebut Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara pada konferensi pers Penyelidikan Proses Pengukuran Lahan di Desa Wadas, Kamis (24/2/2022).
Berdasarkan penyelidikan Komnas HAM, Polda Jawa Tengah telah menurunkan 250 personelnya saat insiden itu terjadi.
Komnas HAM menyebut tindakan kekerasan didominasi oleh aparat yang menggunakan pakaian sipil atau preman.
Baca juga: Kemelut Wadas dan Memori Kelam Waduk Kedung Ombo
Akibat penangkapan dengan kekerasan yang dilakukan aparat, sejumlah warga mengalami luka-luka di bagian kening, lutut, dan betis. Meski begitu tidak ada korban yang dirawat di rumah sakit.
Komnas HAM pun menyimpulkan telah terjadi pengabaian hak warga yang ditangkap oleh aparat kepolisian. Di antaranya pengabaian akses informasi dan pendampingan hukum pada saat ditangkap.
Tak hanya itu, tindakan represif polisi juga membuat trauma untuk warga Wadas, khususnya perempuan dan anak-anak. Ada juga warga yang tak berani pulang ke rumah.
“Masyarakat mengalami luka fisik dan traumatik, khususnya anak dan perempuan,” sebut Beka.
“Hingga sampai Sabtu (12/2/2022) dan Minggu (13/2/2022), 4-5 hari setelah peristiwa itu tidak berani pulang ke rumah. Ditemukan juga potensial traumatik khususnya bagi perempuan dan anak,” lanjut Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menambahkan.