JAKARTA, KOMPAS.com – Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengungkapkan modus kasus korupsi yang terjadi di PT Garuda Indonesia pada tahun 2011-2021.
Ia menjelaskan, sejak tahun 2011-2013, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk telah melakukan pengadaan pesawat udara dari berbagai jenis tipe pesawat, antara lain Bombardier CRJ 1.000 dan ATR 72-600.
Berdasarkan pendalaman tim penyidik ditemukan ada penyimpangan dalam proses pengadaan tersebut.
"Terdapat penyimpangan dalam proses pengadaannya," kata Burhanuddin kepada wartawan melalui konferensi pers, Kamis (24/2/2022).
Baca juga: Jaksa Agung Sebut Korupsi Pesawat Garuda Untungkan Perusahaan Asing
Menurutnya, penyimpangan diduga terjadi karena pihak Garuda tidak melakukan kajian feasibility study, businness plan rencana pengadaan pesawat, termasuk memuat analisis pasar rencana jaringan penerbangan, dan analisis kebutuhan pesawat.
Selain itu, proyeksi keuangan dan analisis risiko juga tidak disusun atau tidak dibuat secara memadai berdasarkan prinsip-prinsip pengadaan barang jasa, yaitu efektif, efisien, kompetitif, transparan, adil, wajar, serta akuntabel.
Kedua, proses pelelangan dalam pengadaan pesawat swap CRJ 1.000 maupun pesawat turbo ATR 72-600 mengarah untuk memenangkan pihak penyedia barang jasa tertentu yaitu Bombardier dan ATR.
"Ada pengarahan untuk mengambil satu jenis pesawatnya," kata dia.
Selain itu, Burhanuddin mengatakan ada indikasi suap menyuap dalam proses pengadaan pesawat.
Baca juga: Jaksa Agung Umumkan Dua Tersangka Kasus Korupsi Pengadaan Pesawat Garuda
Menurutnya, akibat dari pengadaan pesawat tersebut telah terjadi penyimpangan dan mengakibatkan PT Garuda Indonesia Tbk mengalami kerugian dalam mengoperasionalkan pesawat CRJ 1.000 dan ATR 72-600.
"Atas kerugian keuangan negara yang timbul tersebut diduga telah menguntungkan pihak terkait dalam hal ini perusahaan Bombardier yang ada di Kanada, serta perusahaan Evion de Transport Regionale yang ada di Perancis selaku pihak penyedia barang dan jasa," terangnya.
Kemudian, perusahaan juga diduga menguntungkan dua pihak lessor dari Perancis dan Irlandia yang memberikan pembiayaan pengadaan pesawat tersebut.
Lebih lanjut, Burhanuddin menuturkan pihaknya masih mendalami soal jumlah kerugian negara.
"Kerugian negara Ini masih kita diskusikan, kita meminta BPKP untuk melakukan perhitungan dan Insya Allah dalam waktu dekat akan disampaikan juga berapa nilai kerugiannya," ucap dia.
Baca juga: Kasus Korupsi Garuda Indonesia, Eks Komisaris dan Direktur Diperiksa
Diberitakan sebelumnya, dalam kasus korupsi tersebut Kejagung telah menetapkan 2 tersangka.