JAKARTA, KOMPAS.com - Setelah selama ini memberanikan diri melakukan deklarasi untuk maju sebagai calon presiden (capres) untuk Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia Giring Ganesha memutuskan mundur dari kontestasi politik.
Pengumuman itu disampaikan mantan vokalis grup band Nidji itu secara daring pada Kamis (24/2/2022) pagi.
"Maka, hari ini dengan penuh kesadaran, saya Giring Ganesha mengumumkan mundur dari pencalonan presiden Republik Indonesia," kata Giring dalam konferensi pers.
Giring Ganesha Djumaryo alias Giring Nidji mulai terjun ke dunia politik pada 2017. Sebelumnya dia bersama Nidji meramaikan belantika musik Tanah Air sejak 2006.
Menurut Giring saat itu sang istri sempat keberatan atas keinginannya terjun ke dunia politik. Namun, akhirnya sang istri merestui keputusan Giring.
Baca juga: Mundur Jadi Capres 2024, Giring PSI: Rakyat Masih Menghendaki Jokowi
Selain terjun ke dunia politik, Giring juga mengelola situs media kincir.com.
Giring kemudian berlabuh di Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Dia mendaftarkan diri sebagai calon anggota legislatif dari partai itu pada 6 September 2017.
Pada pemilu 2019, Giring maju sebagai caleg dari daerah pemilihan Jawa Barat I. Walau mampu meraih suara, harapan Giring untuk menjadi anggota DPR buyar karena perolehan suara PSI tidak mampu melewati ambang batas parlemen.
Dalam sejumlah wawancara di media massa, Giring mengakui dia sempat stress karena gagal menjadi anggota DPR. Padahal dia sudah bermimpi ingin duduk menjadi anggota Komisi X yang membidangi pendidikan, kepemudaan, olahraga, pariwisata, dan ekonomi kreatif.
Lantas pada 16 Agustus 2020, Ketua Umum PSI Grace Natalie menunjuk Giring sebagai pelaksana tugas ketua umum. Keputusan itu diambil karena Grace akan melanjutkan kuliah di Singapura.
Selepas menjadi Plt Ketua Umum PSI, Giring pun mendeklarasikan diri sebagai calon presiden 2024.
Baca juga: Ketum PSI Giring Ganesha Umumkan Mundur dari Capres 2024
Saat menduduki jabatan itu, Giring pernah melontarkan beberapa pernyataan yang dinilai kontroversial. Salah satunya adalah sindiran yang menyebutkan khawatir jika pengganti Presiden Joko Widodo (Jokowi) adalah figur yang punya rekam jejak memolitisasi agama.
"Kemajuan kita akan terancam jika kelak orang yang menggantikan Pak Jokowi adalah sosok yang mempunyai rekam jejak menggunakan isu SARA dan menghalalkan segala cara untuk menang dalam Pilkada,” kata Giring di hadapan Jokowi dan para kader dalam acara HUT ke-7 PSI, 22 Desember 2021.
“Indonesia akan suram jika yang terpilih kelak adalah seorang pembohong dan juga pernah dipecat oleh Pak Jokowi karena tidak becus bekerja,” tambahnya.
Saat itu persepsi masyarakat menduga sosok yang dimaksud Giring adalah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Baca juga: Temui Warga Tergusur di Tanjung Priok, Giring Singgung Proyek Firaun
Gagasan lain dari Giring yang memicu perdebatan adalah keinginan untuk memberikan sebuah gawai kepada setiap pelajar di seluruh Indonesia jika terpilih menjadi presiden. Dia mengatakan gawai itu diberikan untuk mengenalkan penggunaan teknologi informasi kepada para pelajar di Indonesia, sehingga memudahkan mereka untuk belajar karena materi pelajaran bisa dikumpulkan menjadi satu dalam gawai.
Giring sebenarnya belum menjadi calon presiden. Sebab penetapan calon presiden hanya dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) setelah melakukan verifikasi dokumen sampai soal syarat dukungan partai politik.
Sementara saat ini, KPU belum memulai tahapan pemilu tersebut. Pencalonan Giring menjadi presiden hingga kini juga baru digembar-gemborkan oleh PSI. Belum ada partai lain yang mendukung Giring maju dalam pilpres.
Pengajuan pasangan calon presiden dan wakil presiden diatur melalui syarat ambang batas (presidential threshold). Ketentuan tentang ambang batas itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Baca juga: Giring-Anies Saling Sindir, Pengamat: Hanya untuk Menyenangkan Masing-masing Pendukungnya
Dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 menyebutkan, pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.
Dalam pelaksanaan Pemilu 2019 lalu, perolehan suara PSI mencapai 1,89 persen atau 2.650.361 suara. Perolehan suara PSI berada di peringkat 12 dari total 16 parpol peserta pemilu 2019.
Di level nasional, dengan perolehan itu, PSI pun tak mendapat satu pun kursi di DPR. Hal ini membuat PSI tak bisa mengajukan calon seorang diri dan harus berkoalisi dengan partai politik lain.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.