Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Joseph Osdar
Kolumnis

Mantan wartawan harian Kompas. Kolumnis 

Puan yang Dimanja Masuk "Neraka Politik"

Kompas.com - 23/02/2022, 11:18 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

JUDUL artikel ini adalah hasil renungan sepintas dan rekayasa saya setelah membaca tulisan Mbak Puan Maharani 10 tahun lalu.

Artikel Mbak Puan itu merupakan bagian dari buku berjudul "Megawati Putra Sang Fajar" yang terbit tahun 2012.

Adapun judul artikel Mbak Puan yang kini menjadi Ketua DPR adalah “Samata-mata untuk Bangsa” (halaman 297).

Mengkotak-atik artikel ini bagi saya cukup menarik. Terutama percakapan Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri dengan putri bungsunya, Puan Maharani.

Percakapan yang ditulis oleh Mbak Puan ini berkaitan dengan masa awal Mbak Puan terjun langsung di dunia politik praktis, yaitu masuk Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan dan kemudian ikut pemilihan anggota legeslatif (Pileg), untuk jadi anggauta DPR.

Neraka

Saat itu Mbak Puan ditempatkan di daerah pemilihan (Dapil) V Jawa Tengah (Solo, Boyolali, Klaten dan Sukoharjo).

Menurut Puan, dapil ini merupakan dapil neraka karena semua petinggi partai masuk ke dapil ini.

Hasil pemilihan anggota DPR saat itu (2009), Mbak Puan berada di urutan di bawah Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) dari Partai Demokrat, yang merupakan putra bungsu Presiden (waktu itu) Susilo Bambang Yudhoyono.

Ketika masuk dalam dunia kampanye pemilihan, Mbak Puan mengatakan, ibunya, Megawati, tidak pernah menginstruksikan partainya agar Mbak Puan mendapat prioritas.

“Saat itu saya bisa mendatangi sepuluh titik tiap hari,” ujar Puan.

Saat itu Mbak Puan mengeluh pada mamanya. “Kok Mama tega, aku dibiarin seperti ini ?Aku capek banget nih,” kata Mbak Puan pada mamanya.

Megawati pun menjawab. “Ya kamu harus buktikan, harus merasakan apa yang dulu Mama rasakan,” tegas Mega.

“Kalau kamu memang sudah memutuskan untuk terjun ke politik, kamu harus menapak di bumi. Kamu harus ketemu dengan rakyat kamu,” demikian Megawati pada putri bungsunya itu.

Banyak nasihat Mega pada Puan.

“Kamu harus buktikan bahwa kamu bisa. Jadi jangan karena Mama kamu itu begitu. Karena nanti kamu akan terbebani dengan apa yang telah kamu putuskan,” begitu nasihat Mega pada Puan.

Nasihat Mega masuk dalam sukma Puan, tapi ada pula keluhannya. “Duh saya anak yang biasa dimanja, harus melakukan semuanya itu,” ujar Puan.

Kemudian Puan mengaku pada papanya, Taufiq Kiemas.

“Papa ini gimana, aku capek banget nih,” kata Puan.

Papanya menjawab, menghibur. “Ah, ibu kamu bilang kamu bisa. Kamu pasti bisa,” kata Taufiq Kiemas pada putrinya.

Benar ternyata Puan bisa. “Secara nasional, suara saya nomor 2 terbesar,” kata Puan dalam artikelnya tahun 2012 yang diterbitkan penerbit Gramedia Pustaka Utama Jakarta (Kompas Gramedia).

Boleh dibilang bagi Puan masuk dunia politik praktis (anggota partai dan ikut kampanye pemilihan legeslatif) bagikan terjun ke “neraka” dari alam “manja”.

Tapi Puan merasa keberhasilannya ini tidak mendapat pujian dari mamanya, Megawati.

Ayahnya, almarhum Taufiq Kiemas pernah mengatakan kepada Puan, “Ibu kamu pelit banget, tiap kali kamu berhasil nggak pernah memuji”.

Dimanja

Di awal artikel yang dituliskan dengan bagus sekali, Mbak Puan mengatakan begini.

“Sejak kecil, saya memang nempel sekali dengan Ibu dan ayah saya. Mungkin karena kakak saya keduanya laki-laki dan saya anak bungsu dan saya anak bungsu serta perempuan sendiri, saya dimanja oleh keluarga,” kata Puan 10 tahun lalu.

Namun, ketika duduk di bangku SMA, Puan sering ikut mamanya dalam banyak acara dan peristiwa politik, termasuk ketika terjadi tragedi 27 Juli 1996.

”Saya merasa, saya harus di dekat Mama untuk mendampingi pada saat susah,” kata Puan.

Di masa pemerintahan Orde Baru tahun 1993 di Surabaya, Mbak Puan menyaksikan mamanya dibentak-bentak dan dimaki-maki orang yang menghendaki Megawati tidak jadi ketua umum partai tersebut.

Puan menyaksikan mamanya dengan tenang menghadapi orang yang memakinya. Puan menangis. Meluncurlah nasihat Mega pada putrinya.

“Kamu boleh menangis, tapi tidak boleh berlebihan. Kamu harus kuat. Baru seperti ini saja, kamu menangis, apalagi nanti nanti ada peristiwa lebih besar daripada ini,” kata Mega pada Puan yang tetap melanjutkan tangisnya.

Tahun 1999, setelah PDI Perjuangan memenangkan pemilihan umum secara fantastis, “Mama tidak pernah mengajak saya terjun ke politik. Sekarang saya ikut politik karena pada tahun 2009, saya merasa hidup saya sudah cukup - dalam arti sudah selesai sekolah, sudah menikah dan sudah punya anak yang sudah cukup besar untuk bisa ditinggal.”

Kemudian Taufiq Kiemas menawarkan,”kamu nggak masuk jadi anggota DPR? Mungkin ini waktunya buat kamu masuk”.

Maka masuklah ke PDI Perjuangan dan tahun 2019 menjadi Ketua DPR setelah merasakan jadi seorang menteri kabinet.

Hari ini terdengarlah suara sejumlah orang berkata, Puan mumpuni mengikuti pemilihan presiden 2024.

Masuk ke politik pencalonan presiden tahun 2024 ini akan membawa Puan ke “neraka politik” atau “keberhasilan” seperti ia mendapatkan kursi ketua DPR?

Mungkin suatu hari akan ada buku berjudul Puan Maharani, Cucu Putra Sang Fajar. Insya Allah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com