JUDUL artikel ini adalah hasil renungan sepintas dan rekayasa saya setelah membaca tulisan Mbak Puan Maharani 10 tahun lalu.
Artikel Mbak Puan itu merupakan bagian dari buku berjudul "Megawati Putra Sang Fajar" yang terbit tahun 2012.
Adapun judul artikel Mbak Puan yang kini menjadi Ketua DPR adalah “Samata-mata untuk Bangsa” (halaman 297).
Mengkotak-atik artikel ini bagi saya cukup menarik. Terutama percakapan Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri dengan putri bungsunya, Puan Maharani.
Percakapan yang ditulis oleh Mbak Puan ini berkaitan dengan masa awal Mbak Puan terjun langsung di dunia politik praktis, yaitu masuk Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan dan kemudian ikut pemilihan anggota legeslatif (Pileg), untuk jadi anggauta DPR.
Saat itu Mbak Puan ditempatkan di daerah pemilihan (Dapil) V Jawa Tengah (Solo, Boyolali, Klaten dan Sukoharjo).
Menurut Puan, dapil ini merupakan dapil neraka karena semua petinggi partai masuk ke dapil ini.
Hasil pemilihan anggota DPR saat itu (2009), Mbak Puan berada di urutan di bawah Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) dari Partai Demokrat, yang merupakan putra bungsu Presiden (waktu itu) Susilo Bambang Yudhoyono.
Ketika masuk dalam dunia kampanye pemilihan, Mbak Puan mengatakan, ibunya, Megawati, tidak pernah menginstruksikan partainya agar Mbak Puan mendapat prioritas.
“Saat itu saya bisa mendatangi sepuluh titik tiap hari,” ujar Puan.
Saat itu Mbak Puan mengeluh pada mamanya. “Kok Mama tega, aku dibiarin seperti ini ?Aku capek banget nih,” kata Mbak Puan pada mamanya.
Megawati pun menjawab. “Ya kamu harus buktikan, harus merasakan apa yang dulu Mama rasakan,” tegas Mega.
“Kalau kamu memang sudah memutuskan untuk terjun ke politik, kamu harus menapak di bumi. Kamu harus ketemu dengan rakyat kamu,” demikian Megawati pada putri bungsunya itu.
Banyak nasihat Mega pada Puan.
“Kamu harus buktikan bahwa kamu bisa. Jadi jangan karena Mama kamu itu begitu. Karena nanti kamu akan terbebani dengan apa yang telah kamu putuskan,” begitu nasihat Mega pada Puan.