JAKARTA, KOMPAS.com - Membahas soal Masjid Istiqlal tidak bisa dilepaskan dari mendiang arsitek Friedrich Silaban. Silaban yang merupakan pemeluk Kristen Protestan adalah perancang masjid termegah di Asia Tenggara itu.
Dalam wawancara yang dimuat surat kabar KOMPAS 6 Desember 1983, Friedrich menyatakan Masjid Istiqlal adalah karyanya yang paling hebat. Seluruh rancang bangun masjid itu direncanakan dengan teliti dan perhitungan matang.
Friedrich saat itu menggunakan material stainless steel atau baja tahan karat untuk bagian plafon, kloset, kamar mandi, sampai tempat wudhu.
"Bahan itu tidak perlu perawatan. Kalaupun mau dibersihkan, cukup dengan lap basah," kata Friedrich.
Baca juga: Masjid Istiqlal Dibangun di Bekas Benteng Belanda, Simbol Kemerdekaan dari Penjajah
Friedrich juga merancang aliran air penyiram kloset sedemikian rupa sehingga kotoran benar-benar mengalir ke saluran pembuangan.
"Pokoknya tidak bakalan mampet!" ucap Friedrich.
Bahkan Friedrich menjamin konstruksi Masjid Istiqlal bakal bertahan sampai akhir zaman.
"Betul! Saya jamin sampai akhir zaman!" ujar Friedrich.
Soal persediaan air wudhu untuk jemaah, Friedrich mengatakan tidak perlu khawatir kehabisan. Sebab, dia merancang penampungan itu supaya air wudhu bisa mengucur dari semua keran secara bersamaan.
"Kami membuat penampungan air yang besar sekali. Susah kalau mengandalkan air PAM yang sekarang sulit didapat," ujar Friedrich.
Lelaki kelahiran Bonandolok, Tapanuli Utara, Sumatera Utara pada 16 Desember 1912 itu juga dikenal sangat rajin bekerja, termasuk pada hari Minggu.
Baca juga: Saat Muhammad Ali Bersujud di Istiqlal...
"Justru enak bisa kerja tanpa gangguan orang. Sepi kan kalau Minggu," tambah Friedrich.
Meski begitu, Friedrich yang ketika itu berusia 71 tahun terpaksa beristirahat di tengah hiruk-pikuk pekerjaannya sebagai Kepala Proyek Pembangunan Masjid Istiqlal. Penyebabnya lantaran punggungnya cedera akibat terjatuh di kamar mandi ketika hendak mengenakan selembar kain sarung.
Saat itu, kata Friedrich, dia hendak buang air kecil di tengah malam. Karena belum terbiasa memakai sarung dan masih mengantuk, akhirnya dia terjerembab di kamar mandi. Alhasil punggungnya mengalami cedera.
"Saya jatuh secara vertikal. Terduduk. Sejak jatuh saya tidak bisa apa-apa. Cuma tidur terlentang," ucap Friedrich.
Friedrich mengatakan dia mulai mengenakan sarung selepas menjalani operasi prostat di RS UKI beberapa bulan sebelum kejadian. Friedrich juga sempat dibawa ke tukang urut tetapi tidak membawa kemajuan.
Baca juga: 44 Tahun Masjid Istiqlal, Berdiri di Atas Bekas Benteng Belanda
Akhirnya sang istri, Letty Kievits, membawanya ke RS PMI Bogor. Sepekan kemudian dia dirujuk ke RSPAD Gatot Soebroto.
"Sebelum itu, tidak mungkin badan ini digerakkan," ujar Friedrich.
"Seumur hidup saya bekerja, saya tak pernah ambil perlop (cuti). Mungkin sekali ini Tuhan bilang, 'Nah Silaban istirahatlah kau', begitu katanya," ucap Silaban yang diikuti dengan tawa sang istri.
Letty mengatakan saat itu Friedrich mengidap sejumlah penyakit, yakni liver dan maag.
Baca juga: 6 Fakta Masjid Istiqlal Jakarta, Masjid Terbesar di Asia Tenggara
Karena kondisi kesehatannya yang semakin menurun, Friedrich meninggal pada 14 Mei 1984 di RSPAD Gatot Soebroto.
Sumber:
KOMPAS edisi 6 Desember 1983: Gara-gara Sarung, Silaban "Diistirahatkan Tuhan".