Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Friedrich Silaban Jamin Masjid Istiqlal Kokoh sampai Akhir Zaman

Kompas.com - 22/02/2022, 13:32 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Membahas soal Masjid Istiqlal tidak bisa dilepaskan dari mendiang arsitek Friedrich Silaban. Silaban yang merupakan pemeluk Kristen Protestan adalah perancang masjid termegah di Asia Tenggara itu.

Dalam wawancara yang dimuat surat kabar KOMPAS 6 Desember 1983, Friedrich menyatakan Masjid Istiqlal adalah karyanya yang paling hebat. Seluruh rancang bangun masjid itu direncanakan dengan teliti dan perhitungan matang.

Friedrich saat itu menggunakan material stainless steel atau baja tahan karat untuk bagian plafon, kloset, kamar mandi, sampai tempat wudhu.

"Bahan itu tidak perlu perawatan. Kalaupun mau dibersihkan, cukup dengan lap basah," kata Friedrich.

Baca juga: Masjid Istiqlal Dibangun di Bekas Benteng Belanda, Simbol Kemerdekaan dari Penjajah

Friedrich juga merancang aliran air penyiram kloset sedemikian rupa sehingga kotoran benar-benar mengalir ke saluran pembuangan.

"Pokoknya tidak bakalan mampet!" ucap Friedrich.

Bahkan Friedrich menjamin konstruksi Masjid Istiqlal bakal bertahan sampai akhir zaman.

"Betul! Saya jamin sampai akhir zaman!" ujar Friedrich.

Soal persediaan air wudhu untuk jemaah, Friedrich mengatakan tidak perlu khawatir kehabisan. Sebab, dia merancang penampungan itu supaya air wudhu bisa mengucur dari semua keran secara bersamaan.

"Kami membuat penampungan air yang besar sekali. Susah kalau mengandalkan air PAM yang sekarang sulit didapat," ujar Friedrich.

Lelaki kelahiran Bonandolok, Tapanuli Utara, Sumatera Utara pada 16 Desember 1912 itu juga dikenal sangat rajin bekerja, termasuk pada hari Minggu.

Baca juga: Saat Muhammad Ali Bersujud di Istiqlal...

"Justru enak bisa kerja tanpa gangguan orang. Sepi kan kalau Minggu," tambah Friedrich.

Meski begitu, Friedrich yang ketika itu berusia 71 tahun terpaksa beristirahat di tengah hiruk-pikuk pekerjaannya sebagai Kepala Proyek Pembangunan Masjid Istiqlal. Penyebabnya lantaran punggungnya cedera akibat terjatuh di kamar mandi ketika hendak mengenakan selembar kain sarung.

Saat itu, kata Friedrich, dia hendak buang air kecil di tengah malam. Karena belum terbiasa memakai sarung dan masih mengantuk, akhirnya dia terjerembab di kamar mandi. Alhasil punggungnya mengalami cedera.

"Saya jatuh secara vertikal. Terduduk. Sejak jatuh saya tidak bisa apa-apa. Cuma tidur terlentang," ucap Friedrich.

Friedrich mengatakan dia mulai mengenakan sarung selepas menjalani operasi prostat di RS UKI beberapa bulan sebelum kejadian. Friedrich juga sempat dibawa ke tukang urut tetapi tidak membawa kemajuan.

Baca juga: 44 Tahun Masjid Istiqlal, Berdiri di Atas Bekas Benteng Belanda

Akhirnya sang istri, Letty Kievits, membawanya ke RS PMI Bogor. Sepekan kemudian dia dirujuk ke RSPAD Gatot Soebroto.

"Sebelum itu, tidak mungkin badan ini digerakkan," ujar Friedrich.

"Seumur hidup saya bekerja, saya tak pernah ambil perlop (cuti). Mungkin sekali ini Tuhan bilang, 'Nah Silaban istirahatlah kau', begitu katanya," ucap Silaban yang diikuti dengan tawa sang istri.

Letty mengatakan saat itu Friedrich mengidap sejumlah penyakit, yakni liver dan maag.

Baca juga: 6 Fakta Masjid Istiqlal Jakarta, Masjid Terbesar di Asia Tenggara

Karena kondisi kesehatannya yang semakin menurun, Friedrich meninggal pada 14 Mei 1984 di RSPAD Gatot Soebroto.

Sumber:
KOMPAS edisi 6 Desember 1983: Gara-gara Sarung, Silaban "Diistirahatkan Tuhan".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

Nasional
Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Nasional
Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

Nasional
Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Nasional
Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com