JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango menyatakan, pihaknya memiliki kewenangan untuk mengkoordinir langkah-langkah penyelidikan dan atau penyidikan, bahkan sampai kepada supervisi di kasus yang menimpa Nurhayati.
Adapun Nurhayati merupakan pelapor kasus dugaan korupsi di Desa Citemu, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Cirebon.
Saat ini, Direktorat Koordinasi dan Supervisi Wilayah II Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah berkoordinasi dengan aparat penegak hukum (APH) di Cirebon.
"Kami masih menunggu langkah-langkah koordinasi yang dilakukan tim Korsup dengan APH terkait," ujar Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango kepada Kompas.com, Selasa (22/2/2022).
Baca juga: Kisah Nurhayati, Pelapor Korupsi Malah Jadi Tersangka, KPK-LPSK Bergerak
Menurutnya, langkah pertama yang akan dilakukan KPK yakni melakukan penelitian, telaah dan pengawasan terhadap penanganan perkara tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh APH lainnya.
Ia juga mengatakan, peran Nurhayati seharusnya dimaknai bahwa dalam pemberantasan korupsi tidak akan berjalan tanpa peran serta masyarakat.
Kendati demikian, pemaknaan terhadap saksi dan pelapor tidak boleh dilupakan.
"Kita tentu berharap bahwa semangat pemberantasan tindak pidana korupsi tetap memperhatikan kaidah-kaidah hukum seperti pemaknaan terhadap whistle blower dan justice collaborator," ucap Nawawi.
Kadiah-kaidah hukum tersebut, ujar dia, telah diatur dalam ketentuan hukum internasional PBB, United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) 2003 yang telah diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2006 tentang Pengesahan United Natlons Convention Against Corruption, 2003 atau Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi tahun 2003.
Selain itu, ketentuan tersebut juga telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban serta juga Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 tahun 2011 tentang Perlakuan Bagi Pelapor Tindak Pidana (Whistle Blower) dan Saksi Pelaku yang Bekerja sama (Justice Collaborator).
"Terpenting bahwa pemberantasan tindak pidana korupsi sangat-sangat memerlukan peran serta masyarakat," ucap Nawawi.
"Strategi pemberantasan korupsi di negeri ini hanya dapat diwujudkan dengan peran serta masyarakat," tutur dia.
Terpisah, Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Cirebon, Hutamrin, menjelaskan duduk perkara penetapan tersangka pada pelapor kasus dugaan korupsi di Desa Citemu yang menjerat Nurhayati.
Hutamrin menceritakan, perkara itu ditangani oleh Polres Cirebon. Kemudian berkasnya dilimpahkan ke Kejari Cirebon.
Baca juga: LPSK Sebut Nurhayati Seharusnya Tak Bisa Dipidana karena Laporkan Dugaan Korupsi Dana Desa
Saat melakukan ekspose berkas acara pemeriksaan (BAP) antara pihak kepolisian dan kejaksaan pada 23 November 2021, disampaikan oleh jaksa penuntut umum (JPU) atau jaksa peneliti agar penyidik melakukan pendalaman pada saksi Nurhayati.
“Setelah penyidik melakukan pendalaman berdasarkan petunjuk dari jaksa, akhirnya polisi menemukan dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan sebagai tersangka,” tutur Hutamrin pada Kompas.com, Senin.
Hutamrin menegaskan, pihak kejaksaan tidak melakukan intervensi atas proses penyidikan tersebut. Sebab, lanjut dia, kewenangan penyidikan dan penetapan tersangka merupakan ranah pihak kepolisian.
“Penyidik dan penuntut umum itu satu kesatuan. Cuma dalam tugas masing-masing tidak bisa saling intervensi,” kata dia.
Hutamrin menegaskan, bahwa penetapan tersangka itu tidak semerta-merta karena petunjuk dari jaksa. Namun juga atas temuan dari pihak kepolisian.
“Jadi petunjuk itu ada, tapi petunjuknya apa harus diungkap,” ucapnya.
Dalam perkara ini Kompas.com telah mencoba mengonfirmasi pihak Kejaksaan Agung (Kejagung) RI. Namun Kepala Pusat Penerangan Kejagung Leonard Eben Ezer meminta konfirmasi ditujukan langsung pada Hutamrin.
Diketahui Nurhayati merupakan pelapor dugaan korupsi di Desa Citemu, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Pada perkara ini, Polres Cirebon Kota telah menetapkan Kepala Desa Citemu Supriyadi, sebagai tersangka.
Adapun dugaan korupsi yang dilaporkan terkait APBDes Citemu Tahun Anggaran 2018-2020.
Kasus ini mencuat setelah Nurhayati menyampaikan kekecewaannya pada aparat penegak hukum karena telah ditetapkan sebagai tersangka pada akhir 2021.
Video kekecewaannya itu lantas viral di media sosial dan menyita perhatian publik.
Di sisi lain, Kapolres Cirebon Kota AKBP M Fahri Siregar menyampaikan bahwa proses penetapan tersangka itu sudah sesuai prosedur dan kaidah hukum.
Fahri menyebut penerapan tersangka itu sesuai dengan petunjuk dari JPU untuk melengkapi berkas laporan Supriyadi yang masih berstatus P19.
Ia menuturkan dalam hukum pidana, diatur adanya kewajiban bagi penyidik untuk melengkapi berkas sesuai petunjuk JPU.
Pihak kepolisian menduga Nurhayati turut melakukan dan terlibat karena telah 16 kali menyerahkan anggaran ke Supriyadi padahal anggaran itu mestinya diberikan ke Kasi Pelaksanaan Kegiatan.
Tindakan korupsi yang dilakukan Supdriyadi diduga merugikan keuangan negara mencapai Rp 818 juta.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.