JAKARTA, KOMPAS.com - Litbang Kompas merilis hasil survei yang mereka pada akhir Januari 2022 terkait kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin
Survei dilakukan melalui wawancara tatap muka pada 17-30 Januari kepada 1.200 responden. Tingkat kepercayaan mencapai 95 persen dengan margin of error pada 2,8 persen.
Hasil survei menunjukkan bahwa kepuasan publik terhadap kinerja pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin mencapai titik paling baik.
Meningkat pada empat bidang
Angka kepuasan ini meningkat dari 66,4 persen dibandingkan survei serupa yang terakhir dilakoni pada Oktober 2021.
Selama survei-survei sejenis dilakukan sejak Januari 2015 atau di awal masa pemerintahan Presiden Jokowi, torehan ini merupakan yang paling tinggi.
Baca juga: Survei Litbang Kompas: Pemilih Gerindra Belum Sepenuhnya Puas pada Kinerja Jokowi
Berdasarkan survei teranyar itu, kepuasan publik meningkat pada empat bidang, yakni politik dan keamanan (meningkat 6,8 persen), penegakan hukum (5,3 persen), ekonomi (6,1 persen), serta kesejahteraan sosial (9,7 persen).
Kepuasan tertinggi berada di bidang kesejahteraan sosial (78,3 persen) serta politik dan hukum (77,6 persen).
”Presiden dan Wakil Presiden benar-benar ingin memanfaatkan waktu tersisa hingga Oktober 2024 untuk tidak berhenti bekerja mengantarkan bangsa ini lepas landas,” ujar Deputi IV Kantor Staf Kepresidenan Juri Ardiantoro dikutip harian Kompas, Senin (21/2/2022).
Juri menilai, setidaknya ada dua hal yang membuat tingkat kepuasan publik meningkat.
Baca juga: Survei Litbang Kompas: Tren Kepuasan terhadap Jokowi-Maruf Melonjak di Kalangan Bukan Pemilih
Pertama, ia menilai pemerintahan Jokowi-Ma’ruf mengambil langkah-langkah yang tepat dalam mengatasi pandemi Covid-19 dan dampak-dampak yang ditimbulkannya.
Kedua, Jokowi dianggap konsisten menunaikan visi dan misinya, terutama pemerataan pembangunan, pembangunan sumber daya manusia, dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Fenomena pada kelompok oposisi
Survei yang sama juga menunjukkan, tren kepuasan ini pun meningkat cukup signifikan pada khalayak yang bukan pemilih Jokowi-Ma’ruf.
Pada 2019, tahun ketika Pilpres diselenggarakan, kepuasan terhadap kinerja Jokowi sempat mencapai titik nadir, yaitu 36,2 persen (Maret) dan 39,4 persen (Oktober).
Kepuasan itu sempat meningkat ke kisaran 50 persen lebih pada kurun Agustus 2020 hingga April 2021, sebelum turun ke 47,9 persen pada Oktober 2021.
Namun, per Januari 2022, angka itu telah melonjak lagi ke 54,3 persen.
Di antara Gerindra, PKS, PAN, dan Demokrat yang sempat menjadi oposisi Jokowi-Ma’ruf pada Pilpres 2019, tercatat hanya PKS yang mayoritas pemilihnya tak yakin kinerja pemerintahan pada tahun ini bisa semakin baik.
Baca juga: Survei Litbang Kompas: Kepuasan Publik terhadap Jokowi-Maruf Capai Angka Tertinggi
Di sisi Gerindra, 54,4 persen pemilih menyatakan yakin dan sangat yakin kinerja Jokowi-Ma’ruf akan lebih baik tahun ini. Di sisi PAN dan Demokrat, angka itu sebesar 68 persen dan 61,7 persen.
Di sisi PKS, jumlah pemilih yang menyatakan yakin hanya 25,7 persen dan cuma 2,9 persen yang sangat yakin.
Selebihnya, 71,4 persen pemilih PKS pada 2019 mengaku tidak yakin dan sangat tidak yakin apabila pemerintahan Jokowi bisa semakin baik pada 2022.
Masih banyak PR
Sementara itu, Deputi Badan Pemenangan Pemilu DPP Partai Demokrat Kamhar Lakumani beranggapan bahwa kepuasan yang meningkat masih sebatas prosedural, belum menyentuh substansi yang dirasakan langsung oleh masyarakat.
“Yang menjadi persepsi publik tentu harus dihargai, tetapi realitanya harus benar-benar disadari pemerintah apakah kebijakannya sudah sesuai harapan publik atau belum,” ujar dia dikutip harian Kompas, Senin (21/2/2022).
Menurut Kamhar, hal itu tercermin dari beberapa kebijakan pemerintah yang dianggap sebagai kemunduran, seperti Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah serta Undang-Undang Ibu Kota Negara.
Senada, Wakil Sekjen Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ahmad Fathul Bari secara khusus mengingatkan pekerjaan rumah terkait demokratisasi dan penegakan hukum.
Dua aspek ini sudah disorot publik sejak beberapa waktu terakhir dan harus jadi perhatian pemerintah
Jangan kemudian tingginya tingkat kepuasan publik justru disalahgunakan dengan membuat peraturan tanpa melibatkan publik, sebagaimana Undang-undang Cipta Kerja yang disusun secara kilat tanpa partisipasi publik dan berujung vonis inkonstitusional bersyarat oleh MK.
”Putusan MK (Mahkamah Konstitusi) tentang UU Cipta Kerja sebaiknya menjadi cerminan,” kata Bari.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.