Kepuasan itu sempat meningkat ke kisaran 50 persen lebih pada kurun Agustus 2020 hingga April 2021, sebelum turun ke 47,9 persen pada Oktober 2021.
Namun, per Januari 2022, angka itu telah melonjak lagi ke 54,3 persen.
Di antara Gerindra, PKS, PAN, dan Demokrat yang sempat menjadi oposisi Jokowi-Ma’ruf pada Pilpres 2019, tercatat hanya PKS yang mayoritas pemilihnya tak yakin kinerja pemerintahan pada tahun ini bisa semakin baik.
Baca juga: Survei Litbang Kompas: Kepuasan Publik terhadap Jokowi-Maruf Capai Angka Tertinggi
Di sisi Gerindra, 54,4 persen pemilih menyatakan yakin dan sangat yakin kinerja Jokowi-Ma’ruf akan lebih baik tahun ini. Di sisi PAN dan Demokrat, angka itu sebesar 68 persen dan 61,7 persen.
Di sisi PKS, jumlah pemilih yang menyatakan yakin hanya 25,7 persen dan cuma 2,9 persen yang sangat yakin.
Selebihnya, 71,4 persen pemilih PKS pada 2019 mengaku tidak yakin dan sangat tidak yakin apabila pemerintahan Jokowi bisa semakin baik pada 2022.
Masih banyak PR
Sementara itu, Deputi Badan Pemenangan Pemilu DPP Partai Demokrat Kamhar Lakumani beranggapan bahwa kepuasan yang meningkat masih sebatas prosedural, belum menyentuh substansi yang dirasakan langsung oleh masyarakat.
“Yang menjadi persepsi publik tentu harus dihargai, tetapi realitanya harus benar-benar disadari pemerintah apakah kebijakannya sudah sesuai harapan publik atau belum,” ujar dia dikutip harian Kompas, Senin (21/2/2022).
Menurut Kamhar, hal itu tercermin dari beberapa kebijakan pemerintah yang dianggap sebagai kemunduran, seperti Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah serta Undang-Undang Ibu Kota Negara.
Senada, Wakil Sekjen Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ahmad Fathul Bari secara khusus mengingatkan pekerjaan rumah terkait demokratisasi dan penegakan hukum.
Dua aspek ini sudah disorot publik sejak beberapa waktu terakhir dan harus jadi perhatian pemerintah
Jangan kemudian tingginya tingkat kepuasan publik justru disalahgunakan dengan membuat peraturan tanpa melibatkan publik, sebagaimana Undang-undang Cipta Kerja yang disusun secara kilat tanpa partisipasi publik dan berujung vonis inkonstitusional bersyarat oleh MK.
”Putusan MK (Mahkamah Konstitusi) tentang UU Cipta Kerja sebaiknya menjadi cerminan,” kata Bari.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.