JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus mantan Kepala Urusan (Kaur) di Cirebon, Nurhayati, yang menjadi tersangka usai melaporkan dugaan korupsi dana desa jadi perhatian publik. Nurhayati seharusnya mendapat penghargaan atas keberaniannya mengungkap dugaan korupsi.
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengatakan, negara memungkinkan pemberi informasi dugaan korupsi kepada penegak hukum mendapatkan penghargaan. Hal tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2018.
"Dengan PP Nomor 43 Tahun 2018 tersebut, masyarakat yang memberikan informasi kepada penegak hukum mengenai dugaan korupsi akan mendapatkan penghargaan dalam bentuk piagam dan premi yang besarannya maksimal Rp 200 juta,” kata Wakil Ketua LPSK Manager Nasution melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Senin (21/2/2022).
Kisah Nurhayati viral setelah mengaku melaporkan tindakan korupsi, tetapi justru kemudian ditetapkan sebagai tersangka.
Baca juga: KPK Akan Lakukan Koordinasi Terkait Kasus Nurhayati di Cirebon
Awalnya Nurhayati melaporkan kasus dugaan korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) Desa Citemu, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Tahun Anggaran 2018-2020.
Kepala Desa setempat bernama Supriyadi kemudian ditetapkan sebagai tersangka karena merugikan keuangan negara mencapai Rp 818 juta.
Namun, dalam perjalanannya, Nurhayati yang awalnya merupakan pelapor dan saksi ikut ditetapkan sebagai tersangka. Nurhayati sebelumnya adalah Kaur Desa Citemu.
Penetapan tersangka terhadap Nurhayati di akhir tahun 2021 disebut atas petunjuk dari Kajari (Kepala Kejaksaan Negeri) Cirebon kepada pihak kepolisian.
Polisi menetapkan status tersangka terhadap Nurhayati karena diduga Nurhayati turut serta membantu praktik korupsi Supriyadi dengan cara memberikan uang langsung ke Supriyadi selaku kepala desa, bukannya kepada tiap kepala urusan.
Baca juga: Kasus Nurhayati Jadi Tersangka Korupsi, Ini Penjelasan Kajari Cirebon
Di sisi lain, polisi mengatakan, tindakan Nurhayati itu berdasarkan perintah Supriyadi. Polisi juga mengakui belum mendapat bukti apakah Nurhayati menerima dan menikmati hasil korupsi tersebut atau tidak.
LPSK mengatakan, jika Nurhayati bekerja sesuai ketentuan dengan mencairkan dana desa atas rekomendasi camat dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD), seharusnya ia tidak boleh dipidana.
Tak hanya itu, kata Nasution, posisi hukum Nurhayati selaku pelapor dugaan korupsi dijamin oleh Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban.
“Pasal 51 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) menyebutkan, orang yang melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak boleh dipidana,” ungkapnya.
“Pelapor tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdata atas laporan yang akan, sedang, atau telah diberikannya," imbuh Nasution.
Menurut dia, bila ada tuntutan hukum terhadap pelapor, seharusnya tuntutan hukum itu harus ditunda sampai kasus yang dilaporkan telah diputus pengadilan dan berkekuatan hukum tetap.
Ketentuan tersebut berdasarkan Pasal 10 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
LPSK pun mengkritik langkah penegak hukum yang justru memidanakan pelapor dugaan kasus korupsi. Nasution khawatir preseden buruk ini akan menghambat upaya pemberantasan korupsi karena akan membuat masyarakat jadi enggan melapor kasus korupsi karena takut.
Baca juga: Kisah Nurhayati, Laporkan Korupsi Kepala Desanya, Malah Dijadikan Tersangka
“Kasus ini membuat para pihak yang mengetahui tindak pidana korupsi tidak akan berani melapor karena takut akan ditersangkakan seperti Nurhayati,” terangnya.
Nasution juga menilai, status tersangka yang disematkan kepada pelapor kasus korupsi "mencederai akal sehat, keadilan hukum dan keadilan publik".
Padahal, posisi hukum Nurhayati selaku pelapor dugaan korupsi dijamin oleh Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban untuk tidak mendapatkan serangan balik, sepanjang laporan itu diberikan dengan itikad baik.
LPSK menyatakan akan mengambil langkah proaktif menemui Nurhayati. Nurhayati disebut memiliki hak konstitusional untuk memohon perlindungan kepada LPSK seandainya memerlukan.
Menanggapi ramainya kritik atas kasus Nurhayati, Kajari Cirebon Hutamrin mengatakan, pihaknya tidak melakukan intervensi atas proses penyidikan di kepolisian.
Hutamrin menyebut penetapan tersangka Nurhayati tidak semerta-merta karena petunjuk dari jaksa. Namun, juga atas temuan dari pihak kepolisian.
“Jadi petunjuk itu ada, tapi petunjuknya apa harus diungkap,” kata Hutamrin kepada Kompas.com, Senin.
(Penulis: Vitorio Mantalean, Tatang Guritno. Editor: Bagus Santosa, Diamanty Meiliana)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.