Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Memori Hari-hari Terakhir Ibnu Sutowo di Pertamina

Kompas.com - 21/02/2022, 18:28 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Jumat, 5 Maret 1976 menjadi hari terakhir bagi Letjen Ibnu Sutowo menjabat sebagai Direktur Utama Pertamina.

Belasan wartawan tulis dan foto sudah menunggu sejak pagi di gedung Kementerian Pertambangan. Mereka hadir guna meliput acara serah terima jabatan dari Ibnu Sutowo kepada Mayjen Piet Haryono.

Upacara serah terima jabatan itu dijadwalkan digelar pukul 06.55 sampai 09.30 dan dipimpin oleh Menteri Pertambangan Prof. Sadli. Ruang upacara dijaga ketat oleh dua anggota satuan pengamanan Pertamina.

Pintu ruang upacara baru terbuka lebar pukul 09.30. Di antara para pejabat yang hadir, Ibnu Sutowo nampak keluar dari ruangan dengan sebatang rokok yang menyala di tangan kanannya. Dia tak banyak bicara saat itu.

Baca juga: Saat Ibnu Sutowo Menjadi Tahanan Rumah...

Awak media memberondong Ibnu dengan sejumlah pertanyaan. Namun, dia tetap tidak menjawab sepatah kata pun hingga masuk ke mobilnya.

Ibnu saat itu hanya mau meladeni permintaan para wartawan untuk diambil gambarnya, seperti dikutip dari arsip surat kabar Kompas edisi 6 Maret 1976.

Sepak terjang Ibnu Sutowo sebagai bos perusahaan minyak negara memang terhenti karena dugaan korupsi dan membengkaknya utang Pertamina saat itu. Ketika itu Ibnu berambisi meluaskan lini bisnis Pertamina ke berbagai sektor, yakni program pembukaan sawah (rice estate) di Sumatera Selatan, perjanjian sewa beli kapal tanker Samudera, Pertamina Cottages di Irian Jaya (kini Papua), hingga restoran Ramayana di New York, Amerika Serikat.

Akibat persoalan di dalam Pertamina, Presiden Soerhato membentuk Komisi 4 tahun 1974. Komisi 4 yang dibentuk untuk menyelidiki dugaan korupsi di Pertamina diketuai Ketua Dewan Pertimbangan Agung (DPA) Wilopo SH dibantu Prof Johannes, IJ Kasimo, dan H Anwar Tjokroaminoto.

Mantan Wakil Presiden Dr Moh Hatta ditunjuk sebagai penasihat. Komisi 4 sempat memberikan saran agar manajemen Pertamina ditertibkan.

Baca juga: Profil Ibnu Sutowo, Direktur Pertama Pertamina, Kakek Mertua Dian Sastro

Akibat keputusan Ibnu itu, pada pertengahan 1975 Pertamina mulai limbung karena terlilit utang jangka pendek sebesar 10,5 miliar dolar Amerika Serikat.

Setelah itu, Ibnu kemudian diperintahkan oleh Jaksa Agung Ali Said untuk tetap berada di rumah terkait dengan proses pemeriksaan dugaan korupsi. Tim pemeriksa saat itu terdiri dari dari Benny Murdani, Ismail Saleh dan Ali.

Setelah memeriksa Ibnu dan sejumlah mantan direktur Pertamina, Ali menyatakan tidak menemukan unsur pidana untuk menyeret Ibnu ke meja hijau.

Berselang beberapa tahun kemudian usai tersandung perkara, Ibnu terus mengembangkan sejumlah bisnisnya. Dalam cuplikan wawancara pada surat kabar Kompas edisi 9 September 1984, Dia baru saja meresmikan perluasan kamar Hotel Hilton miliknya.

Baca juga: Saat Ibnu Sutowo Menjadi Tahanan Rumah...

Seluruh saham hotel itu ternyata dipunyai oleh Ibnu melalui perusahaan Indobuildco, salah satu cabang usaha dari induk perusahaannya, Nugra Santana.

"Modalnya memang saya punya. Tapi itu uang pinjaman dari American Bank. Siapa sih yang punya uang cash segini banyak," kata Ibnu yang saat itu sudah mempunyai 17 cucu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Logo dan Tema Hardiknas 2024

Logo dan Tema Hardiknas 2024

Nasional
Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Nasib Koalisi Perubahan di Ujung Tanduk

Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Nasib Koalisi Perubahan di Ujung Tanduk

Nasional
PKS Undang Prabowo ke Markasnya, Siap Beri Karpet Merah

PKS Undang Prabowo ke Markasnya, Siap Beri Karpet Merah

Nasional
Selain Nasdem, PKB Juga Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Selain Nasdem, PKB Juga Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

Nasional
Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

Nasional
Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya 'Copy Paste', Harus Bisa Berinovasi

Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya "Copy Paste", Harus Bisa Berinovasi

Nasional
Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Nasional
Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Nasional
Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Nasional
5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Nasional
Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin 'Gemoy'

PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin "Gemoy"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com