Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ragu yang Menghantui Pemindahan Ibu Kota Negara Baru...

Kompas.com - 21/02/2022, 09:30 WIB
Ardito Ramadhan,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur kini sudah selangkah lebih dekat setelah Undang-undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN) telah diundangkan.

Meski dasar hukum pemindahan ibu kota sudah ada, megaproyek tersebut nyatanya masih dibayang-bayangi oleh keraguan.

Keraguan itu tercermin dari jajak pendapat Litbang Kompas pada 25-29 Januari lalu di mana 49,2 persen responden menyatakan tak setuju dengan proses pembentukan undang-undang yang berlangsung dengan cepat.

Baca juga: Lebih dari 32.800 Tanda Tangan di Petisi Tolak IKN, Jokowi Tetap Lanjutkan Megaproyek Nusantara

Peneliti senior Centre for Strategic International Studies (CSIS) J Kristiadi mengatakan, komunikasi dan sosialisasi memang jadi problem utama pemerintahan Jokowi.

Sering dijumpai, sebuah kebijakan yang dirancang dengan baik menjadi sulit dieksekusi karena kacau balaunya komunikasi.

Jajak pendapat Litbang Kompas tentang Ibu Kota Nusantara di atas menunjukkan potensi itu.

“Komunikasi (pemerintah) memang banyak kekurangan. Mana itu juru bicara pemerintah? Kemudian mana itu Menkominfo? Seharusnya mereka ngomong lebih detail terkait rencana tersebut. Tetapi itu tidak berfungsi,” kata Kristiadi saat berbincang dengan Kompas.com, Minggu (8/2/2022).

Tak hanya soal proses pembentukannya yang terkesan buru-buru, materi dalam UU IKN terkait Otorita Ibu Kota Negara (Otorita IKN) juga dipersoalkan karena dinilai tak sesuai dengan Undang Undang Dasar 1945.

Baca juga: Ini 6 Hal Penting yang Diatur UU IKN

Hal itu rupanya juga tercermin dari hasil jajak pendapat yang menunjukkan ada 40,2 persen responden yang tak setuju jika IKN dipimpin oleh pemerintahan berbentuk otorita.

Pakar hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Zainal Arifin Mochtar berpendapat, pembentukan sebuah dasar hukum sejatinya dilakukan secara teliti, hati-hati dan bersifat partisipatoris.

Sebab, ada banyak contoh dasar hukum di Indonesia yang kandas di palu hakim Mahkamah Konstitusi (MK) lantaran tidak memenuhi unsur-unsur tersebut.

Baca juga: Di Titik Nol IKN Tempat Jokowi Berkemah, Dibangun Pendopo, Jaringan Komunikasi, Listrik, hingga Anak Tangga

Partisipasi publik yang dimaksud pun bukan hanya mendengarkan pendapat, tetapi juga dipertimbangkan dan dimasukkan ke dalam bagian dasar hukum. Konsep ini memiliki istilah meaningful participation (partisipasi bermakna).

"Meaningful participation artinya bukan cuma right to be heard tapi juga right to be explained dan right to be considered," kata Zainal saat berbincang dengan Kompas.com, Senin (7/2/2022).

"Ini bukan tiba-tiba pindah dan langsung diputuskan saja apa yang diinginkan, karena ini bukan pindah kost-kostan, ini pindah ibu kota, keterlibatan publik itu harusnya tinggi," lanjut dia.

Simak ulasan lengkap mengenai keragu-raguan yang menghantui ibu kota baru melalui JEO Kompas.com berjudul "Ragu Hantui Ibu Kota Baru" di sini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Nasional
Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Nasional
Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Nasional
CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

Nasional
Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Nasional
Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

Nasional
Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Nasional
Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com