Tahun 1955, Ibnu Sutowo sempat menjabat sebagai Panglima TT-II Sriwijaya. Dia juga pernah memimpin Operasi Sadar penumpas pemberontakan PRRI di wilayah Sumatera Selatan tahun 1958.
Kariernya semakin moncer hingga pada tahun 1957 diberi tugas mengelola PT Tambang Minyak Sumatera Utara (PT Permina), yang pada tahun 1968 bergabung dengan perusahaan minyak milik negara lain menjadi PT Pertamina.
Kala itu, KSAD Letnan Jenderal Nasution sedang menggalakkan program dwifungsi.
Sejak saat itu pula Ibnu Sutowo mulai ber-dwifungsi, sebagai perwira militer aktif dengan tugas mengelola perusahaan minyak milik negara.
Baca juga: Cerita TNI Harus Izin Singapura Saat Patroli di Wilayah Udara Sendiri
Selama 1972-1976 Ibnu Sutowo menjabat sebagai Direktur Utama Pertamina. Terpilihnya Ibnu Sutowo sebagai direktur ini ditunjuk langsung oleh Presiden Soeharto sebagai pendiri dari Pertamina.
Sebelum itu, Ibnu Sutowo juga pernah duduk sebagai Menteri Urusan Minyak dan Gas Bumi (1966), serta Menteri Migas (1967).
Tahun 1975, Pertamina dilanda krisis. Akibat salah kelola, perusahaan pelat merah itu nyaris membangkrutkan negara karena terbelit utang jangka pendek sebesar 10,5 miliar dolar AS.
Dilansir dari Perpustakaan Nasional RI yang mengutip pemberitaan Harian Indonesia Raya edisi 30 Januari 1970, negara mengalami kerugian akibat kerja sama Ibnu Sutowo dengan pihak Jepang mencapai 1.554.590,28 dolar AS.
Pemerintah pun membentuk tim yang bernama Komisi Empat untuk menyelidiki dugaan korupsi di Pertamina.
Baca juga: Profil Presiden Soeharto, Bapak Pembangunan yang 32 Tahun Berkuasa
Tim ini menghasilkan laporan yang menyimpulkan terjadinya beberapa penyimpangan-penyimpangan, namun tidak ada tindakan hukum apa pun terhadap pelaku korupsi.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.