Korupsi besar-besaran di tubuh Pertamina pun mulai tercium, hingga akhirnya Presiden Soerhato membentuk Komisi 4 tahun 1974.
Komisi 4 yang dibentuk untuk menyelidiki dugaan korupsi di Pertamina diketuai Ketua Dewan Pertimbangan Agung (DPA) Wilopo SH dibantu Prof Johannes, IJ Kasimo, dan H Anwar Tjokroaminoto. Mantan Wakil Presiden Dr Moh Hatta ditunjuk sebagai penasihat.
Komisi 4 sempat memberikan saran agar manajemen Pertamina ditertibkan.
Baca juga: Perjalanan Rahasia Soeharto: Menginap di Rumah Warga hingga Bekal Beras dan Tempe
Pertamina sendiri kala itu diketahui tak mampu membayar kewajiban keuangan dari berbagai proyek-proyeknya. Salah satu kasus yang cukup menggegerkan adalah sewa beli tanker samudera.
Pertamina kemudian mulai limbung pertengahan tahun 1975, dan bahkan nyaris membangkrutkan Indonesia.
Hal ini terjadi akibat salah pengelolaan sehingga membuat Pertamina terbelit utang jangka pendek sebesar 10,5 miliar dolar Amerika Serikat, jumlah yang cukup luar biasa saat itu.
Baca juga: Ruang Udara Kecil Jadi Pertimbangan, Singapura Juga Boleh Latihan di Langit RI Saat Era Soeharto
Padahal di kisaran tahun 1975, pendapatan dalam negeri selama setahun tak lebih dari 6 miliar dolar AS, dan cadangan devisa di Bank Indonesia tinggal sekitar 400 juta dolar AS.
Kasus besar ini baru terkuak sekitar tahun 1980-an. Ketika itu Pemerintah membentuk tim beranggotakan LB Moerdani dan Albert Hasibuan untuk mengurus persoalan tersebut.
Sidang berlangsung bertahun-tahun di luar negeri. Pemerintah Indonesia akhirnya berhasil mendapatkan haknya sebesar Rp 160 miliar.
Namun jumlah yang didapat tersebut tidak sebanding dengan nilai korupsi Pertamina yang terjadi, biaya yang dikeluarkan, dan tenaga serta pikiran yang telah dituangkan.