Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Teori Konspirasi Chemtrail dan Penggunaan Senjata Kimia dalam Perang

Kompas.com - 18/02/2022, 17:59 WIB
Elza Astari Retaduari

Editor

Senjata kimia juga digunakan saat intervensi ke Yaman, invasi Jepang ke Cina, perang Korea, dan tentunya perang dunia I dan II.

United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) melaporkan, rezim rasialis Afrika Selatan sejak tahun 1978 menggunakan gas pelumpuh urat syaraf, napalm (zat kimia berbentuk pasta yang terbakar begitu pecah di darat), defoliant, herbisida, bom fosfor, serta peluru kimia toksis untuk melumpuhkan lawan-lawannya.

PBB sempat mengusut penggunaan senjata kimia dan biologis dalam perang Iran-Irak dan perang di Laos dan Kamboja. Hanya saja, hasilnya tidak terlalu memuaskan.

Protokol Geneva larang senjata kimia

Penggunaan senjata kimia sebenarnya sudah menjadi sorotan sejak lama. Bahkan pada tahun 1925, disepakatilah pelarangan penggunaan gas pencekik, gas beracun, dan zat-zat kimia lain dalam perang lewat Protokol Geneva.

Protokol Geneva 1925 melarang penggunaan segala bentuk cara perang kimia dan perang biologi, dan termasuk dalam Konvensi Geneva atau Konvensi Jenewa yang merupakan penetapan standar hukum internasional mengenai perlakuan kemanusiaan bagi korban perang.

Ada beberapa momen yang mengilhami Protokol Geneva 1925. Mulai dari Konvensi Den Haag 1907 (konferensi perdamaian perang), perjanjian Versailles (perjanjian damai yang mengakhiri Perang Dunia I antara Sekutu dan Kekaisaran Jerman), dan konferensi pelucutan senjata di Washington.

Baca juga: Ramai Teori Senjata Biologis Chemtrail, Apakah Jejak Asap Pesawat Berbahaya?

Uni Soviet dan AS ikut menandatangani persetujuan Protokol Geneva di tahun 1928, namun baru meratifikasinya 49 tahun kemudian.

AS berkomitmen senjata kimia tidak akan digunakan kecuali jika musuh menggunakannya lebih dulu. Sementara Uni Soviet saat itu tak mau mengikatkan diri dengan Protokol Geneva selama musuh menggunakan senjata kimia.

Di luar AS dan Uni Soviet, Perancis jauh sebelumnya secara tegas menyatakan tetap mempunyai hak menggunakan senjata kimia sepanjang untuk membalas musuh.

Karena banyaknya penafsiran itu, maka kemudian negara-negara dunia menyederhanakannya menjadi no-first-use policy. Atau dengan kata lain, kebijakan yang berisi komitmen untuk tidak menggunakan senjata kimia kecuali jika diserang terlebih dahulu oleh musuh.

Namun dalam perkembangannya, prinsip no-first-use dibuat kabur dengan banyaknya pelanggaran penggunaan senjata kimia dalam berbagai perang.

Kebijakan larangan senjata biologis

Menyusul Protokol Geneva yang melarang penggunaan senjata kimia, Komite Pelucutan Senjata PBB tahun 1972 menyepakati pelaranganan senjata biologis.

Konvensi senjata biologis secara tegas melarang pengembangan, produksi, penimbunan, dan transfer senjata kuman serta toksin.

Setelah Konvensi Senjata Biologis 1972, banyak negara yang meneken perjanjian tersebut secara konsisten memusnahkan senjata biologis, termasuk Indonesia.

Baca juga: Ramai soal Garis Putih di Langit, Ini Beda Chemtrail dengan Contrails

Di tahun 1979, Indonesia memerintahkan penghancuran total semua senjata kimia warisan pemerintah Hindia Belanda. Inggris dan Amerika Serikat juga melakukan hal serupa.

Meski begitu, ada beberapa negara yang enggan menaati isi perjanjian sekalipun menandatangani kesepakatan tersebut. Salah satunya adalah Uni Soviet.

Bahkan saat itu, Soviet diketahui secara diam-diam melakukan riset senjata kuman dan senjata toksin.

Dugaan itu menyusul adanya ledakan tahun 1979 di laboratorium militer dekat Sverdlovsk (Rusia) di mana bibit-bibit Anthrax menewaskan sekitar 1.000 orang.

Sedangkan mycotoxin disebut dikembangkan sejak 1930-an dan berhasil diujicoba saat perang di Laos.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Nasional
Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Nasional
Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Nasional
Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com