JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah dinilai membangun Ibu Kota Negara (IKN) di Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara tanpa legitimasi yang kuat, termasuk dari masyarakat setempat.
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menyoroti bahwa megaproyek IKN sama sekali tak mengakomodasi aspirasi masyarakat adat yang telah berbagi ruang hidup di sana turun-temurun dan kini ruang hidup mereka dalam ancaman.
Dengan kata lain, masyarakat adat sebagai pihak yang telah mendiami kawasan itu justru tak diberi ruang berpartisipasi dalam pembangunan IKN.
"Ada 4 hal yang paling mendasar," ujar Direktur Advokasi Kebijakan, Hukum dan HAM Pengurus Besar AMAN, Muhammad Arman, ketika dihubungi Kompas.com, Jumat (18/2/2022).
Baca juga: Pemerintah Dinilai Belum Punya Langkah Konkret Lindungi Masyarakat Adat Terdampak IKN
"Pertama yaitu hak untuk didengarkan. Lalu, hak untuk dipertimbangkan usulan-usulannya. Kemudian, hak untuk mendapatkan jawaban mengapa seandainya usulan masyarakat itu, entah dia masyarakat adat atau lokal, tidak diakomodasi dalam regulasi dan proses pembangunan dan regulasi," jelasnya.
Terakhir, hal paling mendasar dan juga penting adalah memastikan bahwa masyarakat adat dan lokal menyetujui proses pembangunan di ruang hidup mereka.
Hal ini berlaku bagi segala proyek yang kemungkinan bertumpang-tindih dengan ruang hidup masyarakat adat, tak terkecuali megaproyek IKN.
Partisipasi semacam ini merupakan prinsip dasar dalam negara demokrasi sebagai bentuk kedaulatan rakyat.
"Ini yang tidak terjadi," kata Arman.
"Yang diundang (pemerintah untuk bicara soal IKN) itu kan orang-orang yang setuju. Itu pun bukan entitas masyarakat adat, tapi elite-elite yang diundang," imbuhnya.
Baca juga: AMAN Minta Pembangunan Ibu Kota Baru Hormati Hak Masyarakat Adat
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.