LUGAS betul perkataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam menyikapi kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh seorang guru di satu sekolah di wilayah Bandung.
Saya berharap, aparat penegak hukum tidak menanggapi perintah Jokowi itu sebatas pada guru dan para murid perempuan di sekolah tersebut.
Perintah Jokowi seharusnya dipahami dan ditindaklanjuti sebagai komando tegas dari seorang presiden untuk penanganan seluruh kasus serupa.
Betapa pun demikian, saya menilai sesungguhnya tidak mudah menyimpulkan arah perlindungan anak di Tanah Air terutama dari kejahatan seksual.
Dari sisi perkataan, sebagaimana menjadi pembuka tulisan ini, Jokowi memang menunjukkan ketegasannya.
Ketegasan itu patut dihargai, kendati sesungguhnya tanpa ada perintah sekali pun Undang-Undang 35/2014 Tentang Perlindungan Anak telah memuat ketentuan normatif bahwa pemberatan sanksi dikenakan kepada pelaku yang antara lain juga berprofesi sebagai guru.
Dulu, juga di Istana, Jokowi menyebut kejahatan terhadap anak sebagai kejahatan luar biasa.
Terlepas bahwa kategori kejahatan luar biasa, Jokowi tidak ditetapkan dengan parameter yang definitif, namun hal itu pun tetap pantas dihargai.
Pada sisi lain, publik masih ingat bagaimana Presiden Jokowi beberapa bulan lalu justru memberikan grasi kepada seorang narapidana kejahatan seksual terhadap anak.
Si narapidana dulunya adalah guru, dan para korbannya tak lain adalah murid-muridnya sendiri.
Kebijakan pemberian grasi oleh Presiden Jokowi tersebut, tak dapat dielakkan, menyediakan alasan bagi publik untuk mempertanyakan konsistensi sikap Presiden dalam isu ini.
Kritisi kedua, agar ‘guru bejat, hukum berat’ tidak terkesan sebagai respons hit and run semata, yang terlalu rendah untuk disampaikan oleh pejabat negara selevel Presiden.
Presiden Jokowi semestinya menitahkan seluruh lembaga terkait agar mengarusutamakan perlindungan anak dalam setiap program kerja mereka.
Untuk itu, Presiden dan semua pemangku kepentingan harus sesegera mungkin membuka kembali dokumen yang keluar dari Istana dan memiliki bobot luar biasa tentang bagaimana orang nomor satu di republik ini memacu jajarannya dan para kepala daerah dalam menyikapi kejadian-kejadian kejahatan seksual terhadap anak.
Dokumen itu adalah Instruksi Presiden 5/2014 tentang Gerakan Nasional Anti Kejahatan Seksual Terhadap Anak (Inpres GN AKSA).