BELUM lama ini akun twitter Kejaksaan Agung @KejaksaanRI merespons twit berkonten dewasa. Kapuspenkum Leonard Eben Ezer menyampaikan bahwa admin lalai dan sudah ditertibkan.
Akun Kejaksaan RI sudah menghapus unggahannya itu, namun tentu saja jejak digital berupa tangkapan layar tidak bisa hilang di media sosial.
Kejadian ‘tragis’ seperti ini bukan yang pertama terjadi akun Institusi Pemerintah, semoga menjadi yang terakhir.
Dalam epik yang lain, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menjadi ramai diperbincangkan di media sosial Twitter.
Hal ini dikarenakan kala Netflix mengeluarkan serial drama Korea (drakor) terbaru berjudul Forecasting Love and Weather yang mengangkat tema pelayanan prakiraan cuaca di Badan Meteorologi Nasional Korea Selatan.
Sebuah akun informasi di twitter, yakni @infodrakor_id mencolek BMKG dengan menuliskan, #ForecastingLoveAndWeather drama tentang petugas BMKG.
Kemudian Akun resmi BMKG @infoBMKG pun membalasnya dengan mengungkapkan bahwa pada kenyataannya memprakirakan cuaca memang sulit, termasuk cuaca Indonesia.
Sontak saja postingan tersebut engagement melejit mencapai 11.000 retweet, 3.546 tweet kutipan, dan 52,6 ribu suka. Kala momentum berbuah berkah interaksi di media sosial.
Media sosial telah menjadi salah satu pilihan yang digunakan pemerintah untuk berkomunikasi dengan masyarakat dan menjalankan fungsinya dalam memberikan layanan publik (Adhini;2021).
Bukan tanpa sebab, hal ini terjadi karena secara faktual ada perubahan pola perilaku publik dalam mengkonsumsi informasi beberapa dekade terakhir.
Berdasarkan data yang dikeluarkan we are social dan Kepios pada bulan Februari 2022, pengguna internet di Indonesia tercatat sebesar 204,7 juta atau setara 72,7 persen. Dengan pertumbuhan digital media sosial mencapai 12,6 persen per tahun.
Selaras dengan itu, penggunaan internet paling besar untuk mencari informasi sebesar 80,1 persen, dalam proporsi yang relatif besar digunakan juga untuk mengikuti berita dan acara terkini sebesar 61,4 persen.
Data di atas tentu menjadi peringatan dan perhatian bagi institusi pemerintah yang tidak aktif atau tidak menggunakan media sosial secara efektif untuk segera sadar serta berbenah diri dalam melakukan interaksi dengan publik.
Karena di sinilah warga (netizen) berada, inilah cara baru (new way) untuk dapat menjangkau publik.
Keberadaan media sosial institusi pemerintah yang interaktif dan informatif akan membantu terhubung langsung dengan warga.
Media sosial sekarang menjadi jalan digital yang dominan untuk komunikasi dua arah (two-way communication) karena memberi pengirim pesan kemampuan untuk menerima umpan balik dan memantau sentimen.
Keberadaan media sosial bagi sebuah institusi saat ini menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam membangun komunikasi dengan publik.
Utamanya pada lima platform media sosial yang utama seperti Facebook, Instagram, Twitter, Tiktok dan Youtube.
Bahkan Twitter membuat regulasi tersendiri tentang label akun pemerintah dan media yang terafiliasi dengan negara.
Meskipun penggunaan media sosial oleh pemerintah telah meningkat pesat belakangan ini dan berbagai studi memperlihatkan manfaat yang dapat diperoleh darinya, bukan berarti penggunaan media sosial pemerintah ini tanpa risiko.
Karakteristik media sosial yang bersifat dua arah dan diharapkan dapat memberi manfaat dalam komunikasi antara pemerintah dan masyarakat akan menjadi percuma, bahkan dapat menjadi masalah jika media sosial pemerintah tidak dikelola dengan tepat.
Sejumlah tantangan signifikan perlu diperhatikan, di antaranya terkait privasi masyarakat, kebenaran konten, kebijakan dan kerangka kerja tata kelola, integrasi media sosial dengan proses bisnis organisasi, dan rencana manajemen risiko (Nepal, Paris, and Georgeakopoulos 2015; Webber 2012; Bertot, Jaeger, and Hansen 2012).