Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ceritakan Pengalamannya Loloskan Eks Koruptor Jadi Caleg, Calon Anggota Bawaslu Ini Diapresiasi

Kompas.com - 16/02/2022, 18:43 WIB
Ardito Ramadhan,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Calon anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Puadi bercerita soal pengalamannya meloloskan mantan narapidana kasus korupsi sebagai calon anggota legislatif pada Pemilihan Umum 2019 lalu.

Puadi menyatakan, keputusan tersebut diambil setelah ia selaku anggota Bawaslu DKI Jakarta melakukan kerja-kerja secara profesional.

"Apakah PKPU (Peraturan KPU) membatasi hak pilih dan dipilih seseorang? Ketika kemudian PKPU mencoret ataupun tidak meloloskan eks narapidana, kerja-kerja kita dilakukan secara profesional Pak," kata Puadi dalam uji kelayakan dan kepatutan calon anggota Bawaslu, Rabu (16/2/2022).

Baca juga: Calon Anggota Bawaslu Ungkap Ada 373 Dugaan Penyelenggara Pemilu Tidak Netral pada 2019

Puadi menjelaskan, persoalan yang ada saat itu adalah Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 menyatakan eks narapidana kasus korupsi tidak boleh mencalonkan diri menjadi anggota legislatif.

Namun, hal tersebut tidak diatur pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

UU tersebut bahkan membuka ruang bagi mantan terpidana untuk maju sebagai calon legislatif selama terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa ia adalah mantan narapidana.

"Karena bertentangan antara PKPU dan undang-undang, kita harus merunut pada tata urutan perundang-undangan bahwa undang-undang yang lebih tinggi mengesampingkan kepada peraturan yang ada di bawahnya," kata Puadi.

Baca juga: Ada Anggota DPR Positif Covid-19, Fit and Proper Test Calon Anggota KPU-Bawaslu Diskors

Puadi melanjutkan, putusan meloloskan eks terpidana korupsi tersebut juga diambil setelah mempertimbangkan masukan dari para ahli hukum.

Berdasarkan itu, Puadi menyatakan, caleg tersebut boleh mengikuti pemilu sesuai aturan yang ada meski ia akui putusan tersebut merupakan hal yang pahit.

"Ini yang menjadi catatan pada saat itu, sehingga mau tidak mau putusan ini memang pahit untuk disampaikan," ujar Puadi.

Adapun cerita ini disampaikan Puadi merespons pernyataan anggota Komisi II DPR Achmad Baidowi yang mengapresiasi sikap Puadi dalam meloloskan eks terpidana korupsi sebagai caleg.

Baidowi menilai, keputusan Puadi tersebut terbilang berani karena melawan arus publik yang ingin agar eks terpidana korupsi tidak menjadi calon anggota legislatif.

Baca juga: Beredar Daftar Nama Anggota KPU-Bawaslu Terpilih, Timsel Nyatakan Tak Tahu dan Tak Ikut Campur Lagi

"Situasi seperti ini, saya berharap konsistensi Pak Puadi dalam menegakkan aturan ketentuan perundang-undangan tidak perlu terpengaruh oleh desakan-desakan publik, yang penting tegak lurus terhadap ketentuan perundang-undangan," kata Baidowi.

Seperti diketahui, pada 2018 lalu, Bawaslu DKI Jakarta memutuskan politikus Partai Gerindra Mohamad Taufik dapat mencalonkan diri dalam Pemilu Legislatif 2019.

Padahal, sebelumnya Taufik dianggap tidak memenuhi syarat sebagai caleg karena berdasarkan Peraturan KPU No 20 Tahun 2018, seorang mantan narapidana kasus korupsi seperti dia tidak dapat mencalonkan diri pada pileg.

Taufik pernah divonis 18 bulan penjara pada 27 April 2004 karena dinyatakan terbukti merugikan negara sebesar Rp 488 juta dalam kasus korupsi pengadaan barang dan alat peraga Pemilu 2004.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Nasional
Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com