JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA), Bintang Puspayoga menyatakan, putusan hakim Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jawa Barat, yang membebankan resitusi atau ganti rugi buat korban pemerkosaan oleh Herry Wirawan kepada Kementerian PPPA tak berdasar hukum.
Bintang mengatakan, KemenPPPA tidak dapat menjadi pihak ketiga yang menanggung restitusi.
Namun demikian, pihaknya masih menunggu putusan majelis hakim tersebut mendapatkan kepastian hukum tetap atau inkrah.
Baca juga: LPSK: Putusan PN Bandung Perhatikan Kebutuhan Pemulihan Korban Herry Wirawan
"Terhadap penetapan restitusi masih menunggu putusan yang inkrah dan saat ini KemenPPPA akan membahasnya dengan LPSK," kata Bintang dalam keterangan tertulisnya, Selasa (15/2/2022).
Ia menjelaskan, berdasarkan Pasal 1 UU 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, restitusi adalah ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau keluarganya oleh pelaku atau pihak ketiga.
Besaran restitusi yang dibayarkan kepada 13 korban korban pemerkosaan oleh Herry Wirawan itu secara keseluruhan Rp 331,52 juta. Besaran ganti rugi untuk masing-masing korban beragam, mulai dari Rp 9,87 juta hingga Rp 85,83 juta untuk 12 anak para korban.
"Restitusi tidak dibebankan kepada negara," tulis Bintang dalam keterangan tertulis tersebut.
Terkait dengan keputusan restitusi dibebankan kepada KemenPPPA itu, majelis hakim menjelaskan, pembayaran restitusi dibebankan kepada pemerintah dengan alasan tugas negara untuk melindungi setiap warga negaranya.
Majelis berpendapat, berdasarkan Pasal 67 KUHP, terdakwa yang telah dituntut pidana mati tidak bisa dijatuhi pidana lainnya kecuali pencabutan hak tertentu, perampasan barang yang telah disita sebelumnya, dan pengumuman putusan hakim.
"Menimbang, bahwa majelis berpendapat tugas negara melindungi setiap warga negara, hadir untuk melindungi warga negara, dan perkara ini adalah para anak korban dan anak dari anak korban. Majelis hakim berpendapat adalah tepat beban pembayaran restitusi diserahkan kepada negara dalam hal ini pemerintah melalui kementerian yang bertugas melindungi dan memberdayakan perempuan dan anak, dalam hal ini Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak," kata hakim.
Hakim menyatakan, Herry Wirawan dinyatakan terbukti secara sah dan menyakinkan telah melakukan tindak pidana kekerasan seksual dengan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya.
Herry Wirawan pun dijatuhi hukuman vonis penjara seumur hidup.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara seumur hidup," ujar ketua majelis hakim saat membacakan amar putusan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.