JAKARTA, KOMPAS.com - Pengadaan jet tempur Dassault Rafale dari Perancis membuat sejumlah pihak mengingatkan Pemerintah untuk berhati-hati agar kerja sama tersebut tidak berujung alot seperti proyek KFX/IFX yang merupakan program pengembangan pesawat antara Indonesia dengan Korea Selatan.
Proyek KFX/IFX memang sempat terkendala lantaran Indonesia menganggap manfaat program tersebut tak sebanding dengan besarnya iuran pada kerja sama pengembangan pesawat tempur generasi 4.5 itu.
Pemerintah pun kemudian mengajukan negosiasi ulang terkait proyek ini dengan meminta penurunan pembagian ongkos program menjadi 15%, dari yang sebelumnya Indonesia menanggubg 20% pembiayaan proyek.
Namun Korea Selatan disebut hanya menyetujui renegoisasi sebesar 18,8% untuk cost pembiayaan proyek yang harus ditanggung Indonesia.
Baca juga: Tenaga Ahli PT DI Sebut Pembelian Jet Rafale Tak Bisa Dibandingkan dengan Proyek KFX/IFX
Di awal kesepakatan pada tahun 2014, kontrak kerja sama memutuskan Korea Selatan menanggung 60% pembiayaan proyek, kemudian sisanya dibagi rata antara Pemerintah Indonesia dan Korea Aerospace Industries (KAI) masing-masing 20 persen.
Perjanjian juga meliputi kerja sama rekayasa teknik dan pengembangan.
Dalam pengembangannya, Pemerintah Indonesia melalui PT Dirgantara Indonesia (PT DI) dan Korea Aerospace Industries (KAI) meneken kesepakatan pembagian tugas.
Kesepakatan itu mengatur tentang porsi keterlibatan PT DI dalam program jet tempur terkait dengan desain, data teknis, spesifikasi, informasi kemampuan, pengembangan purwarupa, pembuatan komponen, serta pengujian dan sertifikasi.
Tenaga Ahli Bidang Pengembangan Pesawat PT Dirgantara Indonesia (PT DI) Andi Alisjahbana mengatakan, sebenarnya tidak ada yang salah dalam kontrak kerja sama antara Indonesia dan Korea Selatan terkait pengembangan pesawat KFX/IFX.
"Yang perlu kita belajar ialah bagaimana merencanakan program pengadaan jangka panjang dengan baik dan dengan argumen yang sifatnya strategis nasional sehingga bila terjadi perubahan pemerintahan program dapat diteruskan dengan konsisten," ungkap Andi Alisjahbana saat dihubungi, Senin (15/02/2022).
Baca juga: Negosiasi Pengembangan KFX/IFX, Wiranto Harap Tak Merusak Persahabatan dengan Korsel
Kerja sama pertahanan dalam pengadaan pesawat tempur biasanya memang bersifat multiyears atau jangka panjang. Namun terkadang, kondisi tiap-tiap kepemimpinan pemerintahan berbeda-beda.
Dengan adanya penyesuaian di tubuh pemerintah, kata Andi, kerap kali perencanaan kerja sama pertahanan pun berubah.
"Jadi pemerintah sekali masuk kedalam perjanjian seperti ini juga harus mempersiapkan segala sesuatunya dalam sebuah program jangka panjang, termasuk pendanaannya. Biasanya ini tertuang dalam Renstra (rencana strategi) TNI-Kemhan," sebutnya.
"Sayangnya ini renstra ini subjek juga pada pemerintah yang berkuasa, sehingga bilamana pemerintah berubah maka dengan pertimbangan tertentu bisa renstra berubah," imbuh Andi.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.