Secara komunikasi, masyarakat Kecamatan Muara Gembong sudah baik, tetapi dalam hal lain perlu peningkatan, seperti cara menjual produk ekonomi mereka ke marketplace, menjangkau konsumen, dan lain sebagainya.
Masalah-masalah tersebut cukup beralasan mengingat profesi sebagian masyarakat di sana adalah nelayan.
Keseluruhannya, kurangnya SDM dalam memahami teknologi dan belum adanya infrastruktur esensial merupakan masalah yang perlu penanganan sesegera mungkin.
Kecamatan Muara Gembong adalah satu dari sekian banyak daerah yang tidak termasuk daerah terluar 3T tetapi mengalami kesenjangan digital.
Melihat tantangan desa yang pelik, dibutuhkan peran semua pihak untuk menyelesaikannya, termasuk para pemuda.
Pemuda Indonesia memiliki banyak potensi untuk mengembangkan desa digital. Karakteristik pemuda yang merupakan digital native akan sangat membantu desa untuk melakukan transformasi menuju desa digital.
Penelitian dari Kompas tahun 2021 menyebutkan bahwa pemuda menjadi penduduk yang sering mengakses media sosial.
Secara berurutan, Generasi Z lebih sering mengakses media sosial (2-5 kali sehari) dengan persentase 42,9 persen. Disusul Milenial dengan 37 persen.
Selain itu, Generasi Z dan Milenial juga merupakan kategori penduduk yang akrab dengan e-commerce.
Berdasarkan olah data SUSENAS 2019 oleh Tim Lokadata di tahun 2020, dari 46,7 juta milenial pengguna internet, 17 persen di antaranya suka berberlanja online.
Dengan kata lain, pemuda punya pemahaman terkait bagaimana memasarkan produk online. Dan di era sekarang, pemahaman soal e-commerce sangat bermanfaat.
Dari aspek pemanfaatan teknologi digital, pemuda punya keunggulan yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan desa.
Misalnya, dengan membuat konten promosi agar netizen berkeinginan membeli produk dari desa mereka atau sekadar memperkenalkan keindahan desanya untuk mempromosikan daerah wisata.
Pemuda juga bisa membantu memasarkan produknya di marketplace yang tersedia.
Ada banyak contoh di mana pemuda ikut membantu mengembangkan kapasitas warga desa.
Contohnya, mahasiswa Universitas Negeri Malang tahun 2021 lalu melalui program pengabdian masyarakat.
Mereka memberikan pelatihan tentang kewirausahaan digital untuk masyarakat di Desa Sambigede, Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Peserta pelatihannya merupakan anggota Karang Taruna Sari Kusuma, yang mayoritas anggotanya telah memiliki usaha sendiri.
Selain memberikan pelatihan, pemuda juga bisa menjadi pemimpin di desanya. Adidaya Perdana, seorang pemuda berusia 29 tahun pada 2020, kini memimpin Desa Margoyoso di Magelang.
Dia sukses membangun desa yang kering kerontang menjadi subur.
Ada lagi pemuda yang menjadi pemimpin desa di Desa Benda, Kecamatan Sirampog, Kabupaten Brebes.
Sosok muda itu bernama Baitsul Amri. Pemuda ini bahkan mencetuskan inovasi berbentuk aplikasi yang disebut “Desaku Benda.”
Aplikasi ini dibuat untuk memudahkan layanan publik berbasis online, keperluan administrasi, peta desa, hingga pajak.
Aplikasi tersebut menjadi aplikasi berbasis desa pertama di Brebes yang diluncurkan pada Maret 2021.
Beberapa contoh ini adalah segelintir contoh di mana pemuda bisa ambil peran membangun desa.
Desa mempunyai peran penting, potensi ekonomi yang besar, dan juga keunggulan lainnya yang mungkin tidak dimiliki oleh kota.
Membangun desa bukan perkara menjadi terkenal atau tidak, tetapi panggilan untuk membangun negeri dari pinggiran.
Masa depan Indonesia akan lebih cerah jika pemuda membangun negeri dari desa dan kota.
Sudah saatnya pemuda untuk pulang ke kampung halaman dan membangun desa tempat tinggalnya. Membangun Indonesia dari sudut dan pelosok Tanah Air!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.