JAKARTA, KOMPAS.com - Calon anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Periode 2022-2027 Iffa Rosita membawa konsep pendekatan teknologi informasi untuk menjaring kesadaran pemilih milenial terhadap Pemilu 2024.
Salah satu gagasan yang hendak dibuat jika dirinya terpilih menjadi anggota KPU yaitu menggunakan bantuan influencer dalam mengisi konten-konten tentang Pemilu.
"Bagaimana kita ketahui bahwa pemilih milenial kita cukup tinggi. Kita akan memanfaatkan konten kreator profesional untuk bisa menarik minat dan keinginan mereka untuk bisa ikut serta aktif dalam Pemilu 2024," kata Iffa dalam uji kelayakan dan kepatutan calon anggota KPU di Komisi II DPR, Senin (14/2/2022).
Baca juga: Calon Petahana Komisioner KPU Gagas Kampanye Daring di Pemilu 2024
Iffa menilai, penggunaan media dan teknologi informasi akan menghasilkan sejumlah hal positif bagi Pemilu, di antaranya efisiensi anggaran dan kemampuan jangkauan yang lebih luas untuk sosialisasi kepada masyarakat tentang Pemilu.
"Kemudian, dapat meminimalisir angka hoaks yang cukup tinggi. Karena kita ketahui, kemajuan teknologi tidak bisa membendung hoaks yang cukup tinggi. Maka, kita juga memeranginya dengan teknologi informasi," jelasnya.
Iffa menjelaskan, para konten kreator tersebut akan mengisi informasi seputar Pemilu di kanal-kanal media sosial KPU seperti TV Pemilu, channel Youtube, maupun podcast.
Lebih jauh, Iffa menuturkan bahwa sebagai sarana kampanye peserta pemilu, media sosial dan teknologi informasi lainnya memberi keuntungan bagi KPU.
"Media ini merupakan media yang sangat murah dan memiliki jangkauan yang cukup luas," imbuh dia.
Baca juga: Fit and Proper Test Anggota KPU, DPR Cecar soal Tragedi 2019 Banyak Petugas Meninggal Dunia
Kendati demikian, regulasi kampanye media sosial itu tetap diperlukan upaya kepastian hukum untuk dapat terwujud.
Jika payung hukum sudah dipastikan, kata Iffa, maka optimalisasi teknologi dan informasi itu baru dapat diterapkan.
Menanggapi itu, anggota Komisi II DPR dari Fraksi Golkar Agung Widyantoro mengkhawatirkan ide Iffa malah menambah beban biaya bagi anggaran negara.
"Untuk itu berapa rancangan biaya yang dikira-kira? Jangan-jangan malah pemilu serentak yang didesain supaya lebih efisien nanti dengan ibu bikin konsep ini malah justru lebih boros," nilai Agung.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.