Ada 3 struktur yang diterapkan dalam Kurikulum Merdeka yaitu, kegiatan intrakurikuler, proyek penguatan profil pelajar Pancasila, dan kegiatan ekstrakurikuler.
"Secara umum sekolah-sekolah merasa tertantang untuk mencoba hal-hal baru yang ditawarkan dalam Kurikulum Merdeka, seperti proyek penguatan profil pelajar Pancasila," tutur Sumardiansyah.
Proyek penguatan profil pelajar Pancasila dilaksanakan dengan melatih siswa untuk menggali isu nyata di lingkungan sekitar dan berkolaborasi untuk memecahkan masalah tersebut.
PGRI juga menyebut guru tertarik dengan program pelatihan guru, kepala, dan pengawas sekolah secara berkelanjutan.
Baca juga: Nadiem Luncurkan Kurikulum Merdeka, Pahami 3 Keunggulannya
Program lain yang mendapat respons positif dari guru adalah digitalisasi sekolah dan pemberian bantuan operasional pendidikan atau sekolah (BOP/BOS Kinerja).
Sementara itu PGRI belum bisa mengukur persepsi ataupun siswa yang sudah menjalankan Kurikulum Merdeka. Sebab, kata Sumardiansyah, hingga saat ini belum ada pengukuran terkait hal tersebut.
"Ke depan PB PGRI melalui Departemen Penelitian dan Pengabdian Masyarakat berencana akan melakukan survei nasional kepada seluruh siswa di berbagai jenjang mulai dari TK, SD, SMP, SMA, dan SMK di sekolah-sekolah yang sudah menerapkan kurikulum merdeka," sebutnya.
PGRI menilai, Kemendikbud Ristek seharusnya menjalankan studi evaluasi kurikulum dengan membandingkan antara Kurikulum 2013 dan Kurikulum Merdeka sebelum kebijakan Kurikulum Merdeka diperkenalkan.
"Implementasi terbatas di 2.500 sekolah dalam kurun waktu setahun belum bisa menjadi ukuran untuk kita membandingkan antara Kurikulum Merdeka dengan Kurikulum 2013 yang implementasinya sudah berjalan hampir 10 tahun secara nasional," papar Sumardiansyah.
Baca juga: Kurikulum Merdeka, Nadiem Tegaskan Tak Ada Lagi Jurusan IPA-IPS-Bahasa di SMA
PGRI mengingatkan, pada dasarnya kurikulum hanyalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan.
"Guru adalah subjek yang mampu menghidupkan kurikulum, guru adalah kurikulum berjalan, guru adalah kurikulum itu sendiri," kata Sumardiansyah.
Oleh karena itu, ia menilai, hal mendesak yang sebenarnya diperlukan adalah berbagai kebijakan yang mengarah pada peningkatan kapasitas, kesejahteraan, penghargaan, dan perlindungan bagi guru dalam menjalankan tugasnya secara profesional.