JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Anwar Makarim secara resmi meluncurkan Kurikulum Merdeka sebagai nama baru dari Kurikulum Prototipe pada Jumat (11/2/2022).
Nadiem menuturkan, Kurikulum Merdeka akan mulai diluncurkan di sekolah-sekolah lain selain sekolah penggerak.
Meski demikian, dia menyebut sekolah bisa mengimplementasikan Kurikulum Merdeka secara bertahap atau sesuai dengan kesiapan masing-masing sekolah.
Lebih lanjut, menurut Nadiem, implementasi kurikulum ini tidak akan dipaksakan atau diwajibkan. Kurikulum Merdeka bersifat opsional.
Nadiem menjelaskan, pihaknya memberikan tiga opsi kurikulum.
Pertama, bagi sekolah yang belum siap masih bisa menggunakan Kurikulum 2013.
Kedua, Kurikulum Darurat masih bisa digunakan bagi sekolah yang merasa ingin ada perubahan atau penyederhanaan kurikulum namun masih merasa belum siap menerapkan Kurikulum Merdeka.
Baca juga: Nadiem: Tujuan Kurikulum Merdeka untuk Recovery dari Learning Loss akibat Pandemi Covid-19
Opsi terakhir, sekolah yang sudah siap sudah bisa menerapkan Kurikulum Merdeka secara utuh ataupun bertahap.Nadiem juga memberikan kewenangan kepada guru untuk memutuskan kurikulum yang terbaik sesuai kesiapan sekolah.
“Seperti yang kita bilang tidak perlu panik kepada guru dan kepala sekolah karena kemerdekaan dan keputusan itu ada di mereka,” ucapnya.
Lebih lanjut Nadiem menjelaskan, dalam penerapannya Kurikulum Merdeka akan memberikan otonomi dan kemerdekaan bagi siswa dan sekolah.
Dia mencontohkan di jenjang pendidikan SMAtidak akan ada lagi jurusan atau peminatan seperti IPA, IPS, atau Bahasa.
Menurutnya, siswa bisa bebas memlih mata pelajaran yang diminatinya di dua tahun terakhir saat SMA.
“Ini salah satu keputusan atau choice atau pemilihan yang bisa diberikan kemerdekaan bagi anak-anak kita yang sudah mulai masuk dalam umur dewasa untuk bisa memilih,” ucapnya.
Baca juga: Kurikulum Merdeka, Nadiem Tegaskan Tak Ada Lagi Jurusan IPA-IPS-Bahasa di SMA
Selain itu, menurut Nadiem, guru akan diberikan kewenangan untuk menentukan alur pembelajaran melalui kurikulum baru ini.
“Jadinya guru ini bisa memilih kalau misalnya guru itu merasa dia mau lebih cepat, itu bisa. Kalau guru itu merasa dia mau pelan-pelan sedikit untuk memastikan dari ketinggalan, juga bisa,” kata Nadiem.