Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Tidak Ada yang "Gretongan" di Sini, Kencing Saja Bayar Rp 2.000, apalagi di Penjara

Kompas.com - 10/02/2022, 07:27 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Berbahagialah mereka yang masuk penjara karena diberi kesempatan membuka batinnya, menemukan kekuatan yang selama ini tersembunyi, dan menemukan keseimbangan baru."

"Berbahagialah mereka yang tak mengalami penjara dan menemukan inspirasi dari yang tak dialami. Keduanya menemukan keseimbangan saling memahami.”

Dua larik kalimat mengenai penjara, begitu apik dinukilkan rekan saya sesama pengajar di London School of Public Relations (LSPR) Communication & Business Institut mendiang Arswendo Atmowiloto.

Mas Wendo biasa kami memanggil, begitu fasih bicara soal kehidupan di penjara selama lima tahun karena pernah menjadi narapidana atas kasus penistaan agama.

Sebagai Pemimpin Redaksi Tabloid Monitor, Wendo dianggap bertanggungjawab terhadap angket pembaca bulan Oktober 1990.

Ketika hasil angket 50 Tokoh yang Dikagumi Pembaca dirilis Tabloid Monitor edisi 15 Oktober 1990, amarah publik tidak terbendung.

Walau “daripada” Presiden Soeharto menduduki pemuncak hasil angket, sementara Proklamator Soekarno, penyanyi Iwan Fals di urutan berikutnya dan putri Soeharto Siti Hardijanti Rukmana alias Mbak Tutut menapak di rangking 10.

Sementara di urutan bawahnya Nabi Muhammad SAW. Umat Islam marah karena Monitor dianggap menista agama Islam.

Berbeda dengan rekan saya di sesama “kuli disket” silam, Ahmad Taufik begitu terbuka mengungkap sisi gelap kehidupan di penjara.

Laporan investigasinya tentang bisnis pelampiasan syahwat di lembaga pemasyarakatan dibukukan dengan judul The Untold Stories (2010).

Sedangkan Wendo malah “menertawakan” getirnya kehidupan di penjara. Kisah-kisah satir sekaligus aneka hikmah kehidupan di balik terali besi, dituangkan penulis cerita film “Keluarga Cemara” itu ke dalam Menghitung Hari (1993), Khotbah di Penjara (1994) serta Serkumur, Mudukur, dan Plekenyun (1995).

Dalam tulisannya bertajuk Lilin Cina, Arswendo menulis “Koran bukan hanya untuk dibaca, tetapi bisa juga menerangi. Selain dibaca dan menerangi, koran paling jitu untuk membakar".

Kalimat ini ditulis Wendo untuk menggambarkan kebiasaan para tahanan menggunakan gulungan koran untuk membuat api sebagai penerangan selama aliran listrik di penjara padam.

Bisa jadi pula, inilah cara Arswendo melihat kondisi saat itu guna menggambarkan koran atau media sebagai cara yang paling jitu untuk “membakar”.

Wendo rupanya sedang menyampaikan keteguhannya kepada kemuliaan kerja jurnalistik.

Koran atau media memiliki otoritas membentuk opini publik. Padahal media bisa menjadi penghela demokrasi untuk menggerakkan rakyat menuntut hak-haknya yang selama ini dirampas semena-mena.

Atau malah jangan-jangan Arswendo sedang menyampaikan gugatan bahwa tulisan itu dimaksudkan untuk mengkritisi koran atau media yang mudah ditunggangi oleh kepentingan politik sehingga bisa “membakar” rakyat demi kepentingan elite.

Sebuah fenomena yang sampai sekarang pun sangat transparan di mata rakyat.

Ketika tidur bertarif apalagi mendapat kamar

Masih cerita mengenai penjara. Kisah “busuk” mengenai kehidupan di penjara kembali mencuat ke publik akhir-akhir ini, usai pengakuan salah seorang warga binaan pemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Cipinang, Jakarta Timur.

Salah seorang narapidana dengan inisial WC bertutur, dirinya dan sesama narapidana harus membayar uang Rp 30.000 per minggu jika ingin tidur beralaskan kardus. Sekali lagi, kardus!

Besarnya tarifnya tergantung tempat tidur yang dibeli narapidana. Jika ingin tidur di lorong dekat pot dengan alas kardus memang “cuma’ Rp 30.000 per satu minggunya.

Namun jika ingin naik “pangkat” dengan tidur di kamar, maka tarifnya melonjak antara Rp 5 juta hingga Rp 25 juta per bulan (Kompas.com, 03/02/2022).

Jika kamar deluxe dibanderol dengan harga “selangit”, maka bisa dipastikan yang dapat membayar jasa layanan tersebut hanyalah narapidana yang berlatar belakang bandar narkoba atau koruptor kelas kakap.

Masih menurut cerita warga binaan pemasyarakatan, kasus jual beli kamar di Lapas Cipinang, Jakarta Timur, sudah berlangsung sejak lama dan menjadi “pemasukan sampingan” oknum petugas.

Agar bisa mendapatkan tidur, tidak ada cara lain selain meminta kiriman dana dari keluarga.

Setali tiga uang, di Lapas Kelas I Tangerang, Banten juga berlaku praktik komersialisasi urusan “tidur”.

Dugaan praktik jual beli kamar tahanan terungkap dalam sidang kasus kebakaran Lapas Kelas I Tangerang di Pengadilan Negeri Tangerang, Selasa (8/2/2022).

Salah seorang narapidana bernama Ryan mengungkapkan biaya Rp 5.000 per minggu untuk bisa tidur di aula Blok C2 Lapas Tangerang.

Sedangkan untuk biaya sewa kamar antara Rp 1 juta hingga Rp 2 juta. Biaya tersebut dipungut oleh oknum petugas Lapas dengan alasan untuk biaya kebersihan (Kompas.com, 09/02/2022).

Jika ingin melihat praktik komersialisasi penjara yang jauh lebih ambyar, investigasi saja ke Lapas Kelas I Sukamiskin di Bandung, Jawa Barat.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 'Amicus Curiae'

Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 "Amicus Curiae"

Nasional
Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangkan Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangkan Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Nasional
Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | 'Amicus Curiae' Pendukung Prabowo

[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | "Amicus Curiae" Pendukung Prabowo

Nasional
Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Nasional
Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Nasional
Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

Nasional
Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

Nasional
Jadi Saksi Kasus Gereja Kingmi Mile 32, Prngusaha Sirajudin Machmud Dicecar soal Transfer Uang

Jadi Saksi Kasus Gereja Kingmi Mile 32, Prngusaha Sirajudin Machmud Dicecar soal Transfer Uang

Nasional
Bareskrim Polri Ungkap Peran 5 Pelaku Penyelundupan Narkoba Jaringan Malaysia-Aceh

Bareskrim Polri Ungkap Peran 5 Pelaku Penyelundupan Narkoba Jaringan Malaysia-Aceh

Nasional
Usulan 18.017 Formasi ASN Kemenhub 2024 Disetujui, Menpan-RB: Perkuat Aksesibilitas Layanan Transportasi Nasional

Usulan 18.017 Formasi ASN Kemenhub 2024 Disetujui, Menpan-RB: Perkuat Aksesibilitas Layanan Transportasi Nasional

Nasional
Ketua KPU Dilaporkan ke DKPP, TPN Ganjar-Mahfud: Harus Ditangani Serius

Ketua KPU Dilaporkan ke DKPP, TPN Ganjar-Mahfud: Harus Ditangani Serius

Nasional
Jokowi Ingatkan Pentingnya RUU Perampasan Aset, Hasto Singgung Demokrasi dan Konstitusi Dirampas

Jokowi Ingatkan Pentingnya RUU Perampasan Aset, Hasto Singgung Demokrasi dan Konstitusi Dirampas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com