JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR Didik Mukrianto mengaku prihatin dengan tindakan aparat Polri yang represif dan berlebihan saat mendampingi kegiatan pengukuran lahan di Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah, Selasa (8/2/2022).
Didik menyatakan, pemerintah semestinya membantu masyarakat untuk menyelesaikan masalah yang mereka alami, bukan malah menciptakan masalah baru bagi masyarakat.
"Pada dasarnya negara, pemerintah dan aparat harus hadir membantu menyelesaikan masalah masyarakat, dan bukan sebaliknya menambah atau menciptakan masalah baru bagi masyarakat," kata Didik dalam keterangan tertulis, Rabu (9/2/2022).
"Jika menggunakan Pola-pola intimidatif, kekerasan, represif hanya akan mencederai upaya negara dalam melindungi warga negaranya," kata dia.
Baca juga: Pengerahan Aparat ke Desa Wadas Dinilai Anggota DPR seperti Mengulang Cara Orde Baru
Didik berpandangan, pendekatan represif Polri justru menjauh dari tujuan reformasi kultural Polri untuk menghadirkan Polri yang humanis serta menjadi sahabat dan pengayom masyarakat.
Menurut Didik, persoalan di Wadas semestinya dapat diselesaikan secara kekeluargaan dan musyawarah dengan cara mendengarkan aspirasi masyarakat serta menghormati hak-hak mereka.
"Polri yang Presisi harusnya mampu membaca, merasakan dan menjadi satu kesatuan dengan kepentingan masyarakat, dan mencari penyelesaian yang baik secara damai dan kekeluargaan," ujar politikus Partai Demokrat tersebut.
Baca juga: LBH Yogyakarta Ungkap Ada 64 Warga Desa Wadas yang Ditangkap Polisi
Ia meyakini, Kapolri Jenderal (Polisi) Listyo Sigit Prabowo dapat bersikap bijak dan proporsional dalam mengatasi konisis tersebut.
Sebelum terlambat, kata Didik, ada baiknya Polri melakukan evaluasi serta mengambil langkah-langkah tepat dan cepat dalam rangka mencari penyelesaian baik untuk semua pihak.
Ia menegaskan, tidak perlu ada pengerahan otot dan kekerasan dalam menyelesaikan persoalan ini, apalagi dengan upaya berlebihan dan menakut-nakuti masyarakat.
"Mereka adalah masyarakat kita dan warga negara yang harus mendapat perlindungan dan dihormati hak-haknya, jangan sampai mereka diperlakukan seolah-olah sebagai musuh negara," kata Didik.
Baca juga: Muhammadiyah Minta Kapolri Kendalikan Tindakan Aparat Kepolisian di Desa Wadas
Selasa kemarin, ratusan petugas gabungan TNI, Polri dan Satpol PP memasuki Desa Wadas untuk menemani petugas Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang melakukan pengukuran lahan guna pembangunan proyek Bendungan Bener.
Aparat bersenjata lengkap yang banyak tersebut tidak sebanding dengan jumlah warga desa.
Dalam peristiwa itu, polisi menangkap sedikitnya 23 orang warga Wadas karena dituding membawa senjata tajam dan bersikap provokatif saat proses pengukuran tanah oleh tim BPN di lokasi.
Namun, warga Desa Wadas membantah senjata tajam itu akan digunakan untuk merusuh, melainkan alat-alat milik warga yang biasa dipakai untuk bertani di ladang dan membuat kerajinan bambu
"Kami biasa bekerja di ladang memakai alat-alat itu, seperti arit, bendo, pisau dan sebagainya. Saat ratusan polisi merangsek ke Wadas, ada warga yang sedang menganyam besek (kerajinan bambu) pakai pisau. Langsung dibawa polisi," kata Siswanto (30), warga Desa Wadas kepada Kompas.com melalui telepon, Selasa malam.
Hingga Selasa malam, kata Siswanto, aparat gabungan polisi dan TNI bersenjata lengkap masih banyak yang berjaga di Desa Wadas. Tidak ada warga yang berani keluar rumah.
"Masih banyak polisi dan tentara di sini, mereka berjaga, senjata lengkap. Ada Brimob juga, pakai tameng-tameng," ujar dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.