JAKARTA, KOMPAS.com - Dahlan Iskan membeberkan strategi yang digunakannya saat awal memimpin Jawa Pos untuk meningkatkan penjualan koran mereka.
Menteri Badan Usaha Milik Negera (BUMN) periode 2011-2014 itu menggunakan cara yang ngawur untuk meningkatkan penjualan Jawa Pos di masa-masa awalnya bergabung.
Awalnya, dia membawa perubahan di sisi jurnalisme dalam korannya untuk menarik pembeli.
Tapi, selanjutnya, Dahlan mesti berhadapan dengan tantangan lain, yaitu tidak ada agen yang mau menjual Jawa Pos.
“Tiga bulan pertama itu sulit sekali karena orang diminta jualan Jawa Pos tidak mau. Lapak kaki lima diminta jualan tidak mau (katanya) memenuhi tempat saja, yang di pinggir jalan itu yang membawa-bawa (koran) juga tidak mau, berat, toh juga tidak laku,” papar Dahlan dalam program Beginu di YouTube Kompas.com, Senin (7/2/2022).
Baca juga: Cerita Dahlan Iskan, Benahi Jawa Pos Bermodalkan Amarah
Dahlan lantas putar otak agar Jawa Pos bisa dibeli masyarakat Surabaya.
Masalahnya, menurut analisanya Dahlan, banyak orang belum tahu gaya baru Jawa Pos.
Karena situasi keuangan perusahaan tak kunjung membaik, Dahlan pun mendapat ide ngawur ini.
Ia mengumpulkan 30 orang wartawan Jawa Pos lengkap dengan para istrinya untuk jualan koran.
“Saya bilang ibu-ibu, suami ibu-ibu ini kan kerja di sini, dapat gaji di sini, meskipun gajinya kecil tapi kan ini sudah pekerjaan suami ibu,” tuturnya.
“Perusahaan (tempat kerja suami) ibu-ibu ini sulit sekali (berkembang) mungkin akan mati kalau kita tidak kembangkan sama-sama. Bagaimana kalau ibu-ibu ini jadi agen, karena enggak ada yang mau jualan Jawa Pos,” kata Dahlan.
Baca juga: Ide Ngawur Dahlan Iskan Bangkitkan Jawa Pos yang Hampir Mati
Mendengar pernyataan Dahlan, para istri wartawan mengeluh tak memiliki kemampuan berjualan koran.
Dahlan lalu mengatakan akan memberi panduan pada para istri tersebut.
"Nanti kita ajarin, caranya bagaimana. Ya saya agak ngawur juga sebetulnya tapi ya enggak ada pilihan pokoknya begini," katanya.
Mulailah strategi itu dijalankan dengan memberi 100 koran untuk dibagikan pada para tetangga masing-masing selama empat hari berturut-turut.
Di hari kelima, Dahlan meminta para istri wartawannya untuk berhenti membagikan Jawa Pos.
“(Membagikan) itu hari Senin, Selasa, Rabu, Kamis. Di hari Jumat jangan diantar. Di situ nanti ketahuan siapa yang kangen. Ternyata kita banyak di telepon menanyakan kenapa tidak dikirimi lagi,” sebut Dahlan.
Strategi itu terus dilanjutkan oleh Dahlan dengan meminta agar para istri di pekan selanjutnya memasarkan lagi pada 100 orang tetangga yang berbeda.
Dia menyebut strategi itu menjadi momentum awal kebangkitan Jawa Pos.
“Itu momentum pertama, berlangsung 1 tahun, mulai hiduplah, mulai semangat,” pungkasnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.